Pages

Translate

Rabu, 31 Agustus 2016

Dance together in the rain

http://majalahpearl1.blogspot.co.id/2016/06/dance-together-in-rain.html?m=1

Sebelumnya saya adalah seorang wanita yang sangat mengerti tujuan hidup saya, saya tidak pernah kuatir akan apapun dalam hidup saya. Saya sangat suka berbagi dengan banyak orang. Mungkin karena itu adalah masa-masa kuliah, dan Allah belum begitu membentuk saya dalam kehidupan saya. Saya tidak pernah berhenti menolong orang dan hari-hari saya sangat menikmati kasihnya dimana-mana. Kamar kost saya yang kecil itupun tidak pernah seharipun tanpa seorangpun mengunjunginya. Kamar saya dan saya sendiri menjadi tempat sumber penghiburan bagi banyak orang.
Hingga akhirnya bertubi-tubi masalah datang dalam hidup saya. Saya ingat sekali saat-saat terburuk saya, terkadang saya menutup diri saya dan melakukannya seorang diri. Sepulang bekerja terkadang saya menangis dikamar dan meratapi kehidupan saya saat itu dan mengasihani diri. Terkadang saya tidak dapat berdoa ditengah ke stressan saya.
Saya merasa menanggung beban hidup saya sendiri saat itu. Saya marah atas diri saya sendiri, mengapa saya gagal dalam kehidupan saya seperti ini. Saya cenderung menutup diri saya, saya marah pada orang tua saya saat itu karena saya pikir mereka adalah penyebab kegagalan saya. Saya benar-benar tidak peduli akan apapun saat itu. Saya menjadi orang yang sangat kasar. Hingga di satu titik balik saya berdoa dan Allah mengubahkan cara pandang saya.
Saat itu saya merasa sangat diberkati dengan kakak saya yang lemah lembut, dan memiiki hati untuk mendengarkan saya kapanpun saya perlukan. Saya berpikir kembali, saya ingin seperti kakak saya yg lemah lembut. Saya mengingini hati yang siap untuk Allah pakai kapanpun Allah mau. Akan ada orang-orang yang perlu didengarkan setiap harinya setiap waktu. Namun saya merasa itu bukan diri saya, saya pikir saya adalah seorang yang simple, saya lebih suka hal yang santai dan mengatakan apapun dalam hati saya tanpa saya harus memikirkan bagaimana hati orang lain. Namun saat itu Allah berkata Galatia 5:22-23 Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Itu adalah buah yang harus saya miliki untuk dibaca setiap orang, untuk Allah nikmati. Jika itu bukan diriku, ya memang itu bukan diriku dan Allah yang menghendaki. Itu adalah satu buah yang harus saya miliki untuk saya bisa berbagi dengan orang banyak.
Saya belajar membagikan beban saya pada orang lain. Ketika saya mulai membagikan beban hidup saya, Allah mempertemukan saya dengan orang-orang yang memiliki banyak beban hidup yang terkadang lebih berat daripada hidup saya. Saya menjadi berhenti mengasihani diri dan memandang hidup saya berarti, dan betapa hidup saya masih berarti bagi banyak orang.
Awalnya saya malu untuk membagikan karena itu adalah seperti aib saya sendiri dalam salah pengembilan keputusan, namun akhirnya saya berpikir sebenarnya saya sudah jauh lebih bobrok, Yesus sudah menanggung dosa saya dan mati di kayu salib, dan penebusanNya menyelamatkan seseorang yang tak sempurna ini.
Ketika saya membagikan kebanyak orang dengan kesalahan saya. Saya menjadi terlihat tidak sempurna, saya menerima kenyataan itu, saya menyadari saya adalah manusia yang tidak sempurna dan saya memerlukan Dia yang sempurna untuk menolong saya. Ketika saya menerima kenyataan ketidak sempurnaan saya, Allah yang sempurna itu membawa banyak teman-teman saya yang tidak sempurna itu kepada saya, dan kami saling berbagi. Teman-teman saya yang dulu menganggap saya begitu suci seperti malaikat, sekarang memandang saya manusia dan wanita. Dalam ketidak sempurnaan saya, Dia yang sempurna semakin terlihat. Maka genaplah nats alkitab yang berbunyi "sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna" 2 Korintus 12:9b.
Belajar membagikan berarti belajar untuk tidak fokus pada diri kita sendiri. Begitu banyak orang-orang didunia ini yang mencari kebahagiaan bagi mereka, mereka berpikir mereka menikah dan mereka akan bahagia, dan ketika mereka tidak bahagia mereka bercerai, kemudian ada orang-orang yang berpikir jika mereka kaya mereka akan bahagia, namun ketika mereka kaya mereka tidak bahagia, hingga mereka membagikan kekayaan mereka pada orang-orang miskin dan mereka tidak menemukan kebahagiaan itu. Maka tidak salah jika kita memiliki Yesus yang berkata "Berbahagialah orang yang lemah lembut karena mereka akan memiliki bumi". Wow luar biasanya kita wanita didalam Dia.
Ketika saya belajar mengenal apa yang Allah inginkan saya lakukan, saat itulah saya menemukan diri saya sendiri. Saya menjadi diri saya sendiri ketika saya mengenal Dia. Perlahan-lahan diri saya kembali. Kericuhan dunia ini tidak begitu berarti kembali ketika saya menemukanNya, harta abadi yang dapat saya bagikan kapanpun, dimanapun. Berita sukacita bagi setiap orang.
Saya menikmati hari-hari saya bertemu dengan setiap orang dan belajar membagikan kebaikan-kebaikan kecil bagi sekeliling saya. Saya bersyukur kembali karena kamar saya sekarang sudah mulai banyak pengunjungnya. Saya tau Dia ada didalam saya, dan menjadi pemikat bagi jiwa yang haus akan Allah. Masalah saya belum selesai namun saya menikmati bagaimana menari di kala hujan, menari bersama teman-teman saya yang lain, tentunya :)


Wisdom from IG @desiringgod

@desiringgod - "God weighs every minute detail of my suffering. Not a hair falls from my head apart from his will. That assurance sustained me as I weathered the onset of post-polio syndrome and my husband’s abandonment. While I was brokenhearted at both, I knew that God would ultimately use them for my good and his glory.

I will never know all that God is doing in my trials, but I have seen that he has refined my character, drawn me closer to him, and enabled me to minister to others through my afflictions. And it is my earnest prayer that through my suffering, the works of God are being displayed in my life.

My greatest joy is that my suffering has purpose. Yours does as well. To God be the glory." Read more at desiringGod.org //

@desiringgod - "Knowing something means nothing if we aren’t letting it change us. We have to start right now. Ask him for help. It will look a bit different for everyone, but try putting aside your own list of things to accomplish today for just a few minutes, and make a spiritual to-do list. Here’s my own:

Before I even open my eyes in the morning, seek God’s face and bask in his presence. Awake, my soul. Turn my eyes, Lord, from things that are unworthy.
Before I climb out of bed and let my feet hit the floor, confess my sins and my weaknesses and mentally lean on him. Carry me, Lord, so I can accomplish your goals.
As I get dressed, beg God to cover my unworthiness with Christ’s righteousness. Lord, clothe me with your armor, because I need your power and protection for the dark parts of this day.
Before I gaze into a mirror or look at a screen or to a single thing of this world, pray that he will show me his glory and goodness today. That I will see it. And that I will reflect it.
As I sip my morning coffee or fill my belly, ask him to fill me with his Spirit and the joy of my salvation. That I would taste and see that he is good. That I would hunger and thirst for him.
As the world and the day get louder and louder, remember to stop and listen for the Spirit over the noise. Learn to recognize him.
When I find myself growing weary, run to my God any way I possibly can. Not to the world or to myself, but to him. Whether I read his words, worship him, pour out my heart to him, or ask his Spirit to pray on my behalf because I just can’t. And then repeat over and over again, until my mind effortlessly wanders to him.
Don’t let a single hour go by without asking God to sustain me. Not tomorrow, not next week, but right now. Set an alarm if I have to until it starts to come more naturally. Like breathing.
As I climb into my bed, look back and identify God’s providence woven throughout my day in both the good and the bad. Help me fall asleep praising him for his goodness to me." Read more at desiringGod.org // Link in profile.

http://www.desiringgod.org/articles/busyness-is-not-the-problem


Selasa, 30 Agustus 2016

7 checklist PH

Copas dr fb mas pipit..dia dpt dr linda qiu..
Btw mnurutku 60 itu nilai yg jelek..sebaiknya minimal rata2 batas tuntas deh..72 gtu..wkwk..tp yg jelas jgn menurunkan standar sih..
Apalagi kriteria utama..
Klo kriteria sekunder msh bisa..
7 Checklists dalam Memilih Pasangan Hidup dengan Sempurna -Ps. Philip Mantofa-
# Sharing dari Linda Qiu
Dalam memilih pasangan hidup yang sempurna kiranya kita berani dan berpengetahuan secara objektif dalam memilih. Karena Allah ialah sumber dari segala yang sempurna, namun memilih dengan sempurna adalah tanggung jawab kita kepadaNya. Checklists setiap pointnya dari ke tujuh points yang dijabarkan dengan bobot 60%. Bobot 60% adalah score minimal yang perlu dimiliki untuk pribadi seseorang agar pribadi tersebut dapat dikatakan layak atau tidak. Jika terdapat kurang dari 60% pada checklists tersebut maka jangan ambil orang itu sebagai pasanganmu.
1. Commitment to grow personally with Christ
Komitmen bertumbuh secara pribadi dalam Kristus (Filipi 2:12).
Garis bawahi bertumbuh secara pribadi. Artinya carilah orang yang imannya aktif, pribadinya berjalan bersama dengan Tuhan serta bukan orang yang bergantung imannya maupun hidupnya kepada kita. Lihat pribadinya bukan dari status orang tersebut saja sebagai Kristen tetapi lihat juga pertumbuhan imannya secara pribadi didalam Tuhan.
2. Vision to please God
Visi hidupnya untuk menyenangkan Tuhan (Filipi 1: 21-22a)
Lihat apakah hidupnya produktif dan tahu arah hidupnya mau kemana. Punya sasaran untuk Tuhan (Lewi/Fulltimer)-imam atau punya sasaran dalam Tuhan (sekuler)-raja.
Orang tersebut tahu arah hidupnya bagaimana kedepannya, punya gambaran apa yang akan hendak dicapai selama 1 tahun kedepan, 5 tahun kedepan, 10 tahun kedepan dan hal yang ingin dicapai oleh orang tersebut. Orang tersebut bisa menggambarkan apa yang hendak dicapainya itu dengan jelas serta punya semangat antusias dalam menceritakannya, sehingga Tuhan senang dengan visinya. Misal salah satunya orang tersebut saat membuka usaha akan menyisihkan sebagian hasil yang di dapat untuk memperluas kerajaan Tuhan dan pekerjaaan Tuhan. Oleh karena itu, kita perlu dahulu mengenalnya sebelum ke arah selanjutnya.
3. Honest
Jujur (Lukas 16:10)
Ujilah orang tersebut baik pria maupun wanita pada perkara kecil, kita dapat melihat orang tersebut terbiasa akan kebohongan atau tidak. Ingat jujur itu berhubungan dengan ketulusan. Kita yang menilai apakah orang tersebut tulus atau tidak bukan dari pernyataan orang tersebut, perkataan orang terdekat maupun sekitarnya. Maka, itu kita perlu mengenalnya terlebih dahulu. Ingatlah ketulusan bukan kebodohan, ketulusan tidak berbelit-belit. Cerdas atau cerdik itu tidak berbelit-belit.
4. Mature & Responsible
(1 Korintus 13:11)
Kedewasaaan bukan dilihat dari umur, tetapi umur juga merupakan ukurannya namun bukan segalanya. Kenalilah pandangan hidupnya dengan cara hidupnya teratur dan tertib. Lihat action dan pandangan hidupnya. Ingat bila seorang itu berjanji apakah menepatinya atau tidak. Bergaul dahulu untuk melihat isi dari kedewasaan dan tanggung jawabnya dalam keseharian hidupnya. Satu hal jika terlalu banyak membicarakan dirinya sendiri tanpa mempertanyakan tentang Anda, maka orang tersebut belum dewasa. Misal: Jika kita akan memberi penilaian pada pria, bagaimana sikapnya gentlemen atau tidak, lihat bagaimana sikapnya ketika dihadapkan pada ada wanita yang membawa beban ditangannya, terlepas wanita itu cantik atau tidak, pria itu tertarik atau tidak. Apakah sikap pria tersebut hanya berpangku tangan atau siaga dalam membantu wanita tersebut.
5. Healthy Self Image
Gambar diri yang sehat (Matius 22:39)
Tidak ada seorang yang gambar dirinya 100% sempurna, karena gambar diri kita akan terus diperbarui. Namun, lihat bagaimana orang tersebut mengasihi dirinya ingat "bukan mengasihani". Lihat apakah dia bisa merawat dirinya, menangani dirinya, merawat barang-barang yang ada dalam kamarnya, apakah kamarnya rapih dan bersih minimal tidak seperti kapal pecah ya selama 365 hari sudah pernah disapu, dipel dan dilap. Bukan pribadi yang posesif atau pengekang yang tidak rasional. Kenallah terlebih dahulu orang tersebut benar-benar bisa merawat dan mengasihi dirinya atau tidak, seorang yang tidak bisa mengasihi dirinya mustahil bisa mengasihi kita.
6. Positive Attitude in Life
Sikap positif terhadap hidup (Filipi 4:4)
Bergaullah terlebih dahulu untuk melihat bagaimana sikapnya dalam pergaulannya kesehariannya. Lihat bagaimana sikapnya menghadapi kesulitan dan masalah, bagaimana emosinya. Attitude memang akan selalu diperbaharui, tetapi ambillah pasangannya yang attitudenya minimal scorenya 60%. Jika belum berubah sebaiknya jangan ambil dia sebagai pasanganmu.
7. Personal Chemistry
Jatuh Cinta (Kidung Agung 8:5-7)
Menikahlah dengan bestfriend mu dimana kalian sudah terjalin friendship dimana saling menghormati, menghargai dan menjaga. Ingat yah, bestfriend tidak sama dengan old friend. Old friend memang jauh lebih mengenal kita daripada bestfriend tetapi menikah dengan bestfriendlah dimana kalian saling memiliki ketertarikan. Jika tidak ada perasaan cinta yang tumbuh maka janganlah membawa hubungan kedalam pernikahan karena akan masuk pada pencobaan moral nantinya (selingkuh).
Point satu 1 s.d 6 berhubungan dengan karakter dimana adalah ini adalah untuk memastikan teman hidup Anda secara objektif tanpa terpengaruh oleh perasaan. Sedangkan point 7 adalah cinta, yang berkenaan dengan hal yang akan membawa masuk dalam pernikahan.
Semoga pengetahuan tentang 7 checklists dalam memilih pasangan hidup yang sempurna dapat memberikan kita pengetahuan dan hikmat dalam membuat keputusan untuk memilih pasangan hidup yang sempurna, serta dapat dipertanggungjawabkan dihadapan Allah.
Tuhan Yesus memberkati.

Senin, 29 Agustus 2016

Is my life worthy of THE KING? (desiringGOD)

http://www.desiringgod.org/articles/is-my-life-worthy-of-the-king

Is my life worthy of God?

Gulp.

Every self-affirming tendency inside of me is quick to mute the question, but it unavoidably forces itself back to my attention as I read through the New Testament, especially in places like Ephesians 4:1; Philippians 1:27; Colossians 1:10; 1 Thessalonians 2:12; 4:1; 2 Thessalonians 1:5, 11; and Revelation 3:4.

“Walk worthy” would seem to make an appropriate slogan over the Christian life. So is my life worthy of the King? What does that mean? How do I know?

I’m not left to my distorted speculations, thanks to Colossians 1:9–14.

And so, from the day we heard, we have not ceased to pray for you, asking that you may be filled with the knowledge of his will in all spiritual wisdom and understanding, so as to walk in a manner worthy of the Lord, fully pleasing to him. (Colossians 1:9–10)
What follows next are four phrases that flesh it out — four tests for living out the will of our King.

Test 1: Are my hands bearing godly fruit?

“ . . . bearing fruit in every good work . . . ” (Colossians 1:10)
When it comes to knowing and following God’s will, we tend to overthink the who and the where and the how, rather than the what of God’s will. Following God’s will is a call for kingdom fruit, in every good work.

In every good work to which we are called, that is. Indeed, “it is a spiritual thing to discern which good works, of the ten thousand possible, are among the ‘every good work’ that belong to my life” (Piper).

It would be crushing to believe that God has called us to carry the weight of every need we can see with our eyes, especially in the digital age. We may not be called to do every work, but we are called to fruitfulness in all our work. As we discern for ourselves what those works are and should be, we get busy doing them with a kingdom aim.

In other words, if our hands are bearing no kingdom fruit for the King, we must repent of how our lives have veered away from his will, and pray for redirection.

Test 2: Is my mind growing in the knowledge of God?

“ . . . and increasing in the knowledge of God.” (Colossians 1:10)
Our King is so royal and majestic, and his heart so full of revelation to us, we must keep ourselves open to his word. This is especially true of his beautiful Son, the regal King, Jesus Christ. We want to know more and more about him — more about his life, his works, his words.

Nothing runs more contrary to the will of the King than for his majesty to be ignored because our minds have grown lazy and our hearts have settled for the phantom of a king made in our own imagination — a king with all the same preferences and attitudes that we have. This is treasonous. To render God, the great I AM, into our own image, is nothing less than forgetting God altogether (Psalm 50:21–22).

The Living God is so unlike us that we must have revelation from him, humility in us, and illumination from the Spirit, in order to see his particular beauty in the pages of Scripture. But if we are not increasing in our knowledge of the mysterious works of God, he calls us now to repent, and to pray, that he will reveal himself to us in his word — as he truly is, and not as we assume he is.

Test 3: Is my life resilient and patient?

“May you be strengthened with all power, according to his glorious might, for all endurance and patience.” (Colossians 1:11)
Children of the King should not be easily enraged online. We don’t jump to quick conclusions. We read with charity, we listen with care, and we do it all with an inner muscle manifested as outward patience. “Patience is the evidence of an inner strength,” says Piper. “Impatient people are weak.”

That painful connection is drawn from this text. The King wills that our inner strength is manifested in outward patience. Patient people are strong, for the purpose of honoring and magnifying the King.

But of course God-centered patience demands strength on the inside, not easy circumstances on the outside. To endure patiently means to not be caught by surprise when life hurts. Our King is sovereign, but that sovereignty over us does not exempt us from pain.

The King’s call for endurance is behind pastor Matt Chandler’s one-word label for the so-called prosperity gospel: Garbage. Chandler, a survivor of brain cancer, makes the point from this text. “People get angry when you say God was part of my cancer, because they’ve been taught that God’s purpose in the universe is to make much of us, to make much of me, to make much of you — that there is no hurt or struggle for us. But the Bible says, ‘May you be strengthened with all power, according to his glorious might, for all endurance and patience.’”

Living worthy of the King calls for endurance, because life will not go as we plan it, but it will always unfold as the King has planned it. So we can be patient.

If the struggles and pains of life have made you impatient, and if you find your spiritual zeal fading, you are not living in the King’s will. In this condition, he calls us to repent of the ways our lives have turned away from his will. He calls us to pray for newfound patience and endurance.

Test 4: Is my heart full of joyful gratitude?

“ . . . with joy, giving thanks to the Father . . . ” (Colossians 1:11–12)
On one hand, ingratitude to God reveals a soul-rotting idolatry (Romans 1:21; Ephesians 5:3–5).

On the other hand, a genuine heartfelt joy in Christ, and gratitude to the Father, is a barometer of our soul-health. It exposes our relationship to the King in an intimate way.

Tim Keller explains how. “If you are indifferent to somebody, then their happiness is at the expense of your happiness. But if you are in love with somebody, their happiness is your happiness.”

Indifference to the King leads to a heartless compliance to obligation.
Admiration of the King leads to generous actions aimed at a shared joy.
That’s how it works. And nothing changes the nature of our obedience more than a fundamental change in our relationship to the King, in finding him glorious and beautiful. But if our hearts lack joyful gratitude to the King, even in the midst of our calling to live worthy of him, our hearts have veered away from treasuring him. We must pray for redirection.

God’s Future Grace of Glory

At this point, having laid out four tests for whether or not we are following the will of the King, Paul breaks into glorious God-centered theology to undergird all these weighty callings on our lives.

The King to whom we express thanks and from whom we find joy is the one:

“ . . . who has qualified you to share in the inheritance of the saints in light.” (Colossians 1:12)
Qualified. There it is. We are not living worthy lives in order to qualify for God’s kingdom. We have been declared worthy in Christ — worthy of an inheritance of light. We are already qualified. Now we are called to live up to it. This is how biblical ethics work.

In Christ we are qualified for an inheritance of light. This is Promised Land language, but the emphasis here is on brilliance, not geography.

God is light (1 John 1:5). He is the Father of lights (James 1:17). The Son is the light of God’s glory (Matthew 4:16; Luke 2:32; John 1:4; 3:19; 8:12; 1 John 2:8–11). To live in the presence of the King — to dwell in the presence of Christ — means “night will be no more,” and the sun will be no more, because we “will need no light of lamp or sun,” for the Lord God will be our light (Revelation 22:5).

This is the ultimate will of God, the will above all the other wills: that we would enjoy forever the glaring radiance of God’s presence. This is the inheritance of light. But to get it, we must be qualified — we must be made worthy by him — and this is the gracious gift of the King to us in the death and resurrection of Christ.

God’s Grace to the Rescue

In contrast to this dazzling future of glory, God is calling us out of a life of darkness and sin — and he calls us out of our laziness, ignorance, impatience, and moodiness. But there’s one more step to the process, as Paul fills in our backstory of deliverance:

“He has delivered us from the domain of darkness and transferred us to the kingdom of his beloved Son, in whom we have redemption, the forgiveness of sins.” (Colossians 1:13–14)
If the King’s ultimate will is for us to be in his presence, then he must deliver us, and that is what he has done.

Deliverance and redemption are key terms from the Exodus (see Exodus 6:6). As between walls of water pushed back to the sides of a dry path laid out ahead, the King has supernaturally transferred us out of the kingdom of darkness, and has transferred us, delivered us, exodus-ed us, into the kingdom of Christ. Here we have been redeemed in the blood of Christ.

Delivered. Redeemed. Transferred.

These past tense monuments of mercy remind us that we have been caught up into a redemptive narrative shaped by the past grace of exodus and the future grace of glory. As children of the King, we are together “undergoing an exodus like Israel’s out of Egypt but on an escalated scale, beginning spiritually in this age and consummated with physical resurrection” (Beale).

This backstory shapes our lives because the only way we can pattern our own life and thoughts and behaviors according to the will of the King is to see and appreciate what the King has done for us in the past and what he intends to do for us in the future.

For every other detail of the Christian life to find its place in our lives, it must be set into this eternal narrative.

The King of Light, the Children of Light

To be delivered into the sovereign storyline of the King is amazing grace, and adoption into a royal family comes with an unspeakably high calling. To be a child of the King is to belong to “a chosen race, a royal priesthood, a holy nation, a people for his own possession,” so that we would “proclaim the excellencies of him who called you out of darkness into his marvelous light” (1 Peter 2:9). We are “children of God” who “shine as lights in the world” (Philippians 2:15). We are all “children of light, children of the day. We are not of the night or of the darkness” (1 Thessalonians 5:5). “For at one time you were darkness, but now you are light in the Lord. Walk as children of light” (Ephesians 5:8).

We have been delivered from darkness, for a blazing glory to come. And in between this past grace and future grace we walk as children of the King, as light in the darkness of this world.

This is what it means to walk in a way worthy of the King. “By worthiness the apostle does not mean meritoriousness, but the decorum which befits a Christian” (Flavel). Or, as J.I. Packer puts it, “it is no part of justifying faith to lose sight of the fact that God, the King, wants his royal children to live lives worthy of their paternity and position.” To be justified by the King — and then welcomed into his family in adoption — must change our lives.

So what does it ultimately mean to live worthy of the King?

Jesus calls us to live in the dignity of royalty — children of the light — so the King’s defeated enemies and his insurrectionists will see in us the supreme and undeniable worth of the King. The dignity of our behaviors, our attitudes, our words, and our works all speak to the worth of the King. And that is, in the end, the whole point of our calling to live for King Jesus.

Is God the Center of Your Marriage? (desiringGOD)

http://www.desiringgod.org/articles/is-god-the-center-of-your-marriage

Making God the center and highest priority of your marriage may be the key to saving it, even if it’s not in trouble — yet.

How often do newlyweds excitedly affirm that God will be the heart and focus of their marriage only to find that excitement all but extinguished in short time. Sometimes it’s trial; sometimes it’s temptation; other times it’s just sheer boredom — but what once seemed an essential commitment becomes an outmoded ideal.

Part of the reason is that people honestly have no idea what it means to have a God-focused marriage. Nor do they understand the incredible freedom that accompanies it. The couple may be committed Christians, but their marriage is effectively agnostic.

What then does it look like to have a theologically grounded marriage?

God-Centered Marriage Means Knowing God

You cannot make God a priority in your marriage if you do not know who he is personally. We live in a society that is increasingly post-Christian. This creates exciting witnessing opportunities for our marriages if they are gospel-grounded. However, it also means that we cannot count on culture being our aide. Bible intake, prayer, and corporate worship have never had as little value in our society as they seem to have today. But these elements are essential if we desire to have a genuine relationship with God.

We cannot know God outside of how he has revealed himself to us through his word. We cannot communicate with him outside the vehicle of Spirit-saturated prayer. We cannot experience full communion with him apart from his people. If we are to keep God at the center of marriage, we must know who he is and that is only possible through regular access to Scripture, prayer, and worship.

I cannot have God as the priority of my marriage if I will not have him as the priority of my life.

Knowing His Spirit

Knowing God means knowing his fellowship through the Holy Spirit. Christ has sent his Spirit to be with his people and to dwell in their hearts (1 Corinthians 3:16). This incredible fellowship never ceases to be. Not even when the born-again are sinning, and playing like enemies to the Lord, does the Holy Spirit leave us. A partial fulfillment of the promise of God is that he will never leave us nor forsake us (Deuteronomy 31:6; Hebrews 13:5). Though there may be times when we grieve the Spirit (Ephesians 4:30), or God removes his countenance from us and we feel as if we are alone, the believer, in fact, always has access to him. The Holy Spirit brings comfort (John 14:26), peace (John 14:27), and conviction (John 16:8). And when we do not know how to pray as we ought, he intercedes for us with groans too deep for words (Romans 8:26).

This means we can be free from the fear of loneliness because we are never actually alone. We no longer have to avoid conflict in order to preserve a faux fellowship. But neither are we driven to conflict in order to create a false sense of intimacy. We are able to give our spouses the freedom to be wherever they are emotionally without the fear that their hurt, fear, and sadness (even joy!) may lead to our being alone. It means that we have an eternal advocate who knows our fears and pain.

Therefore, we are free from having to defend ourselves — we can take those things to the throne of grace, giving them to God — even when we don’t have the words. It means we are free from the drive to self-comfort because the divine Comforter is always in our reach. It also means that our spouses may be the means of God’s conviction of our sin. We are free to hear those places where we have hurt and scared our spouses, to learn from it, to ask forgiveness for it, and to endeavor not to repeat that mistake again — even if we are relatively certain we will.

Knowing His Sovereignty

Knowing God means knowing the sovereignty of the Father. Nothing happens that is not pre-ordained by the Father. There is no place in all the universe that we can hide from his watchful eye (Psalm 139:7–10). There is no molecule in the universe that doesn’t listen to God’s commands. In the decree of salvation, it is the Father that commissions the Son and directs the Spirit. Christ himself says that he only does that which God the Father has sent Him to do (John 5:30). And when asked about the time of his return, Christ states that only the Father knows (Matthew 24:26).

This means that we are free to rest in the Father’s control over our lives as well. Even when we do not understand why our spouse acts the way he does, or when events happen that seem to shake our marriages to their very foundations, we can cling to the truth that all things happen for the good of those who love God and are called according to his purposes (Romans 8:28). It means that whether we exercise loving authority or gladly submit to it (1 Corinthians 11:3), there is one that is higher to whom we both submit (Philippians 2:10–11).

The goal of authority should not be to hold it over one another, but to display something of the gracious character of the one supreme sovereign, God himself. It means we are free to not create pockets of power for ourselves to be used as bargaining chips to make this the most comfortable marriage for me. Rather, we are stewarding the authority we are given in whatever areas we find ourselves so that God — Father, Son and Holy Spirit — might be brought glory and honor.

Knowing His Son

Knowing God means knowing the service of the Son. Although he was one with God, same in substance, equal in power and glory, yet he willingly took on human form subjecting himself to weakness and to God’s law (Philippians 2:5–8). Christ perfectly obeyed that law even though he was personally tried and tempted by Satan on multiple occasions (Luke 4:1–13). And though he deserved to be treated like a king, he was mocked, beaten, betrayed, abandoned, tortured, murdered, and endured the wrath of hell. He completed all of this so that he might then clothe his people in his own righteousness, and so that they may become not just serfs in the kingdom of God, but members of the royal family, co-heirs with Christ himself (Romans 8:17). Rather than using his authority to force others to serve him, he freely sacrificed himself (John 10:18). Without question, he bids us do the same (Matthew 20:25–28).

This means that we are free for our marriages to be a place of service, not just satisfaction. We often look to our marriages to be sources of little comforts and small joys, and we find ourselves perplexed or discouraged when they are a place of suffering and service. While marriage is certainly meant to reflect the joy and satisfaction of our union with Christ, it also will be a place of intense trial, temptation, and discomfort — all on the path to the greatest joys.

So when the time comes to sacrifice — to lay down our lives for our spouses, to listen before we speak, to respond in love rather than in wrath, to own our part of sin rather than point it out in others — we are able to do that knowing that what we are doing is reflecting something of Christ’s goodness and his character back to our spouse.

No Safer Place

Prioritizing God in our marriages means knowing him in our hearts and reflecting him in our actions. While the Trinity at times may seem like some obscure theological construct, it is in reality an essential part of God-centered marriages.


The fellowship of the Spirit, the sovereignty of the Father, and the service of the Son help securely situate our marriages at Calvary. And there is no safer or more liberating place in all the universe.

Minggu, 28 Agustus 2016

Menjaga kemurnian

Menjaga hati tetep murni itu lumayan sulit..
Sebenarnya kalau orang2 mendukung ga masalah..masalahnya adl kalau muncul orang2 yg suka merayu..
Walau dulunya hatiku beku, jadi ga terlalu mempan dirayu..
Tapi ni lagi peralihan dr beku jd cair..proses pengampunan gtu..wisdom in book Kesembuhan atas luka2 batin..termasuk perfeksionisme..
Apalagi kalau ada org2 menyebalkan, kadang sulit buat mengampuni..
Ya musti berjuang..doa n mohon kekuatan dr Tuhan..trus doain musuh2..
Orang2 menyebalkan n yg suka tebar pesona itu ada spy kita bs blajar..
Kerennya d buku itu Betty yg hatinya beku, Tuhan hangatkan dgn kasih Nya shg bs jd penolong buat orang2 lain..
Aku percaya Tuhan jg bs pakai aku jd penolong buat org2..soalnya emg ada bbrp tmnku yg galauan n depresi, perfeksionis tingkat dewa..meski aku blum tau caranya, tp suatu saat pasti Tuhan bimbing..aku mau mulai dr ngobrol2 dgn mereka n doain gtu..gara2 sibuk, udah lama ga nyemangati tmn2 yg galauan..
Ora et labora...

Sabtu, 27 Agustus 2016

Apakah boleh BER-PACAR-AN ?

Artikel ini kuambil dr

http://www.abbalove.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1327:apakah-boleh-ber-pacar-an-&catid=24:relation&Itemid=17


Menurut kamus bahasa Indonesia, berpacaran dari kata PACAR yang artinya teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih.
Kalau Gitu kenapa tidak boleh punya pacar ? Bukankah Cinta Kasih itu baik ?
Selama Kasih itu dari Cinta yang BENAR tentu baik hubungan pacaran yang dibangun. Tapi kalau sebaliknya maka hasilnya tentu tidak baik dan tidak perlu dilakukan.

Apa itu Cinta yang BENAR dan Apa itu Cinta yang TIDAK BENAR ?
Cinta yang BENAR adalah Cinta yang menghendaki yang terbaik bagi pasangannya sekalipun harus mengorbankan diri sendiri, sedangkan
Cinta yang TIDAK BENAR adalah Cinta yang menghendaki yang terbaik bagi dirinya sendiri sekalipun harus mengorbankan orang lain termasuk pasangannya.
Tapi bagaimana cara membedakan aku punya Cinta yang BENAR atau TIDAK ?

Satu-satunya cara adalah dengan memeriksa diri apakah keinginan untuk berpacaran adalah keinginan pacaran seperti salah satu atau lebih dari gejala pacaran di bawah ini .
1. Pacaran yang menyingkirkan makna persahabatan dalam suatu hubungan
C.S. Lewis menjelaskan bahwa persahabatan adalah seperti dua orang yang berjalan berdampingan menuju suatu sasaran yang sama. Kepentingan yang sama membuat mereka bersama-sama. Pacaran seperti ini memiliki dasar pemikiran dalam bangun hubungan “saya tertarik kepadamu; oleh sebab itu, mari kita lebih saling mengenal”. Sebaliknya, dasar pemikiran persahabatan adalah, “Kita memiliki minat yang sama; jadi marilah kita menikmati kesamaan minat kita bersama-sama.” Jika daya tarik romantis terbentuk setelah mengembangkan suatu persahabatan, itu adalah bonus tambahan.
Keintiman tanpa komitmen adalah sesuatu yang memperdayakan. Komitmen terbentuk proses persahabatan. Keintiman tanpa persahabatan adalah sesuatu yang dangkal.
Suatu hubungan yang hanya didasarkan pada daya tarik fisik dan perasaan romantis hanya akan bertahan selama perasaan itu ada.

2. Pacaran yang cenderung menyamakan arti cinta dengan sentuhan fisik
Pacaran jenis ini menjadi korban arus budaya saat ini yang menganggap bahwa “LOVE = SEX”. Inilah tahapan pacaran jenis ini sebagai bukti dari pengaruh budaya tersebut.
Pacaran yang dilakukan bukan dengan tujuan untuk saling berkomitmen ( HTS = Hubungan Tanpa Status & TTM = Teman Tapi Mesra ) biasanya dimulai dengan daya tarik fisik atau non fisik (baik, perhatian, peduli dan sejenisnya). Sikap yang mendasari hubungan pacaran ini berasal dari penampilannya.
Selanjutnya, hubungan ini seringkali mengarah pada keintiman ( mis: saling curhat ). Karena pacaran jenis ini tidak menuntut komitmen, maka kedua insan ini terlihat membiarkan kebutuhan-kebutuhan dan gairah-gairah yang muncul di saat itu mengambil peran utama. Pasangan ini tidak saling memandang satu dengan yang lain sebagai calon pasangan hidup atau mempertimbangkan tanggung jawab untuk menikah. Sebaliknya, mereka memfokuskan diri pada tuntutan pada gairah yang muncul saat itu. Dan cara berpikir seperti itu, hubungan fisik pasangan ini dengan mudah akan jadi tujuan utama.
Keintiman fisik seolah-olah bisa membuat dua insan merasa dekat. Padahal sesungguhnya kedekatan mereka hanyalah karena menemukan adanya kesamaan kebutuhan yang mereka miliki saat itu, yaitu hawa nafsu, dan itu adalah DOSA.

3. Pacaran yang cenderung mengisolasi pasangan dari hubungan penting lainnya
Pacaran jenis ini mendorong dua insan saling memfokuskan diri satu dengan yang lain dan orang-orang lain di dalam dunia hanyalah sekedar latar belakang saja, padahal Amsal 15:22 jelas menuliskan “Rancangan gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlaksana kalau penasihat banyak.” Menjadikan orang-orang lain hanya sekedar latar belakang artinya ruang untuk penasihat sudah ditutup. Jika kita membuat komitmen mengenai kehidupan hanya berdasarkan pengaruh dari satu hubungan, sangat besar kemungkinan kita akan membuat penilaian yang keliru.
Ketidakpedulian untuk mendefinisikan komitmen dalam hubungan pacaran akan langsung menyemplungkan diri ke dalam situasi yang bahaya.
Dalam Passion and Purity Elisabeth Elliot menyatakan, “Jika seorang pria tidak siap meminta seorang wanita untuk menjadi istrinya, apa haknya untuk menuntut perhatian khusus dari wanita itu ? Jika seorang wanita tidak diminta untuk menjadi istri seorang pria, mengapa wanita yang berpikiran sehat mau menjanjikan perhatian khusus kepada pria itu ?” Hiii…ngeri kan, kalau saat kita bubar-an dengan doi, eh..,ternyata kita baru sadar bahwa hubungan kita dengan teman-teman yang lain jadi rusak selama ini.

4. Pacaran yang cenderung mengalihkan perhatian dari tanggung jawab utama untuk mempersiapkan masa depan
Perhatian yang begitu besar dari pacaran jenis ini terhadap ‘CINTA’ (kenikmatan dalam keintiman) biasanya membuat kedua insan dengan mudahnya mengabaikan kewajiban-kewajiban di masa kini baik dalam hal pekerjaan maupun dalam tanggung jawab di keluarga dan pelayanan. Berbagai teguran, nasihat bahkan cemoohan baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi biasanya membayangi hubungan pacaran jenis ini karena hilangnya keteladanan yang selama ini telah dibangunnya.

5. Pacaran yang mengurangi rasa syukur dengan masa single yang dijalani
Allah memberikan kepada kita masa single – satu masa yang tak tertandingi di dalam kehidupan kita dalam banyak kesempatan untuk bertumbuh, belajar, dan melayani – dan seringkali dipandang sebagai suatu kesempatan untuk berhenti dari semuanya itu demi menemukan dan memelihara hubungan dengan pacar-pacar kita. Keindahan yang sesungguhnya dari masa single tidak dapat kita dapatkan dengan cara mengejar kisah cinta dengan orang yang kita inginkan. Kita menemukan keindahan sesungguhnya dengan cara menggunakan kebebasan kita untuk melayani Allah dengan bebas.
Pacaran jenis ini tidak akan membuat orang menikmati masa single yang indah, melainkan justru menyebabkan orang memfokuskan diri pada apa yang tidak mereka miliki.

6. Pacaran yang membuat tidak dapat menilai pasangan dengan wajar
Single yang sungguh-sungguh ingin mencari tahu apakah si doi adalah calon pasangan hidup yang tepat, harus kudu hati-hati deh dengan pacaran yang jenis ini, soalnya pasti rencana jadi gagal. Mengapa ? Sebab secara disadari atau tidak pacaran jenis ini akan menciptakan suatu dunia mimpi bagi dua insan yang sedang bermadu kasih. Akibatnya tentu yang dinilai dari si doi adalah sifat-sifat dan kebiasaan-kebiasaan yang bukan sebenarnya.

7. Pacaran yang menjadi tujuan dari semua hubungan yang dibangun
Ini adalah alasan dari pacaran jenis ini yang akan menjadi titik akhir dari hubungan yang dibangun selama ini. Karena rasa bahagia karena keintiman yang dibangun itu disebabkan oleh pengaruh hormon neutrophin dan hormon ini jumlahnya hanya terbatas. Seharusnya setelah hormone ini habis digantikan dengan hormon lain yang diproduksi seiring dengan komitmen yang dibangun dalam pernikahan.
Pacaran jenis ini hanya bertujuan menikmati sampai puas rasa bahagia dari hormon neutrophin, akibatnya jika hormon ini sudah habis padahal tidak ada rencana untuk komitmen masuk dalam pernikahan. Maka akan berakhirlah hubungan pacaran ini karena sudah tidak ada chemistry-nya lagi.

Tapi bagaimana caranya supaya bisa berpacaran dengan benar ?
Sabar..cing..nantikan artikel lanjutannya dalam BUILD edisi Mei 2013!

(disadur dari buku “I Kissed Dating Goodbye”, Joshua Harris, Immanuel 2006)


Jadi tiba2 inget review ku ttg buku I kissed dating goodbye: http://priskiladewisetyawan.blogspot.co.id/2013/08/book-review-i-kissed-dating-goodbye.html?m=0


Iseng2 tak berhadiah

Akhir2 ini Tuhan ingatkan aku ttg temperamen..
Terutama dr sista diana..sahabatku di perkantas..
Intinya Tuhan mengasihi smua temperamen..
Temperamen tuh Tuhan bs ubah n pakai...
Buat rencana Nya yg terindah...semua berharga buat Tuhan..
Aku iseng liat postingan yg sering dibaca orang d blogku..ternyata postinganku ttg temperamen yg plg byk dibaca..
http://priskiladewisetyawan.blogspot.co.id/2013/11/temperamen-yang-diubahkan.html?m=0

Dlm sebuah grup penulis, anggotanya byk tp sepi..
seorang cicik d grup pgn pny komunitas nulis bersamaku..
dia blg berdua lebih baik drpd seorang diri..
😂 wkwk tp klo ber2 aja tu sepi sih in my opinion...
trus iseng2 kutawarin d fb..ternyata jd byk peminatnya..
tiba2 udah 8 aja..ditanya agenda k depannya pula..
😀 😃 pdhl blum kepikiran agenda..
Wah terus tiba2 aku di message tmnku luar pulau..dia pingin ikutan komunitas nulis..
Dia bersedia naik pesawat buat gathering..
Astaga berawal dr iseng2 n berakhir dgn byk keseriusan..
Bener2 amazing..
Bisa dibilang akhir2 ini aku dipenuhi masalah n hampir putus asa, Tuhsn Yesus menguatkanku mlalui byk hal dan mnurutku ini salah satunya..
😀


Jumat, 26 Agustus 2016

Don't be jealous

@Regrann from @god.generation  -  Masih ingat peristiwa Saul melemparkan tombaknya ke arah Daud?karena ia iri akan keberhasilan Daud, dan ia iri karena Tuhan menyertai Daud, serta rakyatnya menyanjung Daud.

Berapa kali dalam sehari ini atau dalam seminggu ini, sebulan ini, kamu iri pada orang lain; teman baikmu, teman pelayananmu, sahabatmu, tetanggamu, atau siapapun itu dalam kehidupanmu yang kepadanya kamu iri atas segala yang sudah ia capai, tapi dirimu belum mencapainya. Alias kamu iri karena apa yang orang lain miliki, belum kamu miliki.
Nah...kalau sudah begini gimana dong?bisa ga iri bikin hidup kita makmur?enjoy dan happy? Tentunya engga dong.
Iri hati hanya meremukkan tulang, membuat hati sedih dan tidak sukacita. Iri hati hanya membuat kita terpisah dari orang2 yang seharusnya menjadi kawan baik kita, tapi karena ada iri hati, maka kita menjadikan org2 mjd "rival/musuh" kita.
Iri hati tidak membawa perdamaian, justru dimana ada iri hati, disitu ada perpecahan dan berbagai perbuatan jahat.

So menyiasati iri hati ialah hidup takut akan Tuhan, renungkan betapa banyak yang Tuhan beri ke kamu, yang belum dimiliki atau tidak dimiliki oleh orang lain. Renungkan betapa banyaknya berkat jasmani dan rohani yang telah kamu terima, tapi tidak diterima oleh orang lain, sehingga dalam hal ini "untuk apa kamu iri hati?"... Sadarilah bahwa hidupmu " special" dan "berharga" di mata Tuhan, sehingga kamu tidak usah bersusah2 membuang energimu untuk iri hati kepada sesamamu. Karena berkat Tuhan kepada anak2-Nya selalu "pas", Ia tidak pernah pilih kasih. Jadi tidak usah iri pada sesamamu, setiap kita pasti memiliki " jatahnya", "berkatnya" masing2 yang dari Tuhan.

Tuhan itu baik, Tuhan itu adil, jadi jangan kompromi terhadap dosa, perangi iri hati dengan hati yang bersyukur atas setiap pemberian Tuhan, dan atas setiap kejadian yang kita alami. Rasa syukur adalah senjata yang ampuh untuk memerangi iri hati, dimana ada iri hati, langsung lah minta ampun kepada Tuhan, dan wajib mulai bersyukur atas apa yang kamu miliki sekarang dan jangan membanding2kan dirimu dengan orang lain supaya kamu tidak masuk dalam dosa iri hati.
Bersyukurlah dan sadari bahwa kamu special.


Broken heart (copas a modern day Ruth)

A Modern Day Ruth
I kept waiting night after night for his truck to pull into the driveway. I slept in his t-shirt just to keep his scent near me. My days were blurred in a thick foggy haze. I barely slept, I barely ate, I lost the desire to live. I was truly heartsick. I can still remember my teenage son's voice saying, "Mama...don't you think it's time you slept upstairs in your bed again?" I felt so lost. I told myself he would come back; that somehow his truck had broken down and that he wasn't able to call. I tried to reason with my heart that he wasn't really gone; that he would be back. I was completely heartsick. I never really fully understood what the words meant when someone said their heart was broken. Oh, the sure pain of it -now...so surreal. I don't take those words for granted anymore. I have learned to pray, comfort, listen and hold someone's hand when they say those words. I am so eternally grateful for Poppa God walking me through that difficult time in my life. He truly healed that shattered broken heart, and then He gave me a purpose -even a rare beauty out of what was meant to destroy me. It's been several years now and those memories have faded, but I have not forgotten. What should you do when your heart is broken? Here are some things that helped me through that painful season:
* If someone has left you, don't beg and plead for them to stay or come back. The best advice my grandmother gave me was: "If a man wants to walk, let him walk." Begging, pleading, crying, manipulating, or pining for them to stay will only prolong your pain and suffering and that of your children. If someone wants to stay they will do it out of their own free will. You can't force someone to love you or to be faithful to you. Love is a choice, so let them choose. I know it hurts. I know you can't imagine your life without them, but you have to let them decide on their own.
* Decide and determine in your heart that you will hold onto God no matter what. It's not His fault that a human you loved disappointed you. Cling to His promise that He will never leave you or forsake you. Cry out to Him. Pray. Choose to read His word, stay in church. Even if you feel like your world is falling apart remember that you are in the palm of His hand and He will carry you. He is closer than a brother and a friend at all times. Let Him hold you and comfort you. He can handle your pain and your tears. Life may not make sense right now but life will get better again. Weeping may endure for a night, but joy will come in the morning.
* Reach out to someone you can trust; a prayer partner, a best friend, a pastor or mentor. Let them know what's going on. A true friend will care and be there for you during difficult times. Don't allow the lies of the enemy to tell you that you have to go through this alone. You need help during this time and it's okay to admit that. Ask others to pray for your strength, peace of mind, healing in your heart to take place.
* Remember to take care of your body. When you go through heartache your overwhelming feelings invade you and you may forget to eat. Your appetite may be completely gone. Choose to at least eat some protein and drink water daily to keep yourself hydrated.
* Choose to live life. You probably want to stay in bed all day and do absolutely nothing. Force yourself to get up and get out of the house. Go for walks, see a movie with a friend, grab coffee and read the Word. I know it feels like your life is void and empty, but whatever you do, do not stop living. If you were happy before this person came into your life, you can be happy again without them. It will just take time.
* In the moments when you are completely overwhelmed by the grief and surges of feelings, have a friend you can call or text so they can pray for you. Sometimes the pain in your heart will feel like a sneaker tidal wave. You may feel completely like your drowning, but imagine yourself holding onto God's hand. He is right beside you and He will not let you be consumed. He is your anchor during the storm. Allow yourself to feel the pain and remind yourself that these feelings are temporary and they will pass. Breathe.
* Take time to reflect. You can't do a thing about the person who broke your heart, but you can reflect and think about what you could do differently. Listen to God's voice and be honest with yourself. It's a healthy approach to admit your mistakes and to glean wisdom from them. Ask God to show you what was unhealthy about the relationship. The truth sets us free. Don't beat yourself up though and do not condemn yourself. Don't blame yourself for everything either. It takes two people to have a relationship. Everyone has something they can do better and things to work on.
* Determine in your heart that you will forgive the person who hurt you. It doesn't mean you don't feel the pain anymore. It doesn't mean you are letting them off the hook -it means letting God deal with them. It means that you choose to walk in God's love. He can deal with people's hearts better than we can ourselves. I know it hurts. I know you're angry. I know you feel betrayed. It's okay to feel these feelings, but make the decision to forgive them. Ask God to help you in this. God can handle your feelings. Forgiveness is not a feeling but a decision.
* Do not choose to date or get involved in another romantic relationship until a lengthy time has passed. It's the worst mistake you can make. To start dating while your heart is broken is like walking around with a broken foot on novocaine. When the numbness wears off you will hurt even more. The damage will be greater. A second heartache is worse than first. Trust me -I know. Just because you feel better does not mean you are completely healed and ready for a relationship. Healing of a broken heart takes time. It's a process. God is a gentlemen and He heals our hearts one layer at a time, like an onion. Do yourself and the other person a favor -guard your heart. Get healthy first.
* Do special things for you. You are worth it. Go for walks, exercise, get a pedicure. Pamper yourself. Pamper a girlfriend. Do something kind for a neighbor. Do things that are stress relieving. Comfort yourself by surrounding yourself with good people and good atmosphere. Buy candles. Try a new hobby. Join a choir. Do it for you.
* Remember that tears are part of the process. It doesn't mean you are going backwards. A memory, a song or a smell might trigger feelings of the person who left you. Allow yourself to feel the pain and then move forward. Tears are cleansing, they're part of how God designed us to heal. He cares about you and the tears that fall on your pillow at night. So much that He actually records them in heaven.
* Avoid seeking comfort from places and things that will only temporarily numb your pain. Stay away from alcohol, drugs, sex outside of marriage, online dating services, or people who are a bad influence. All these things may feel good for a while, but your life will end up in destruction. Seek comfort from Jesus, His word, your friends, church, etc. Anything that is good, pure, lovely -think on those things.
* Know and remember that your pain and broken relationship are not your identity. You are lovable. You are a child of God. Nothing you can do can separate you from His unfailing love for you. He loves you right where you're at. Your mess is not who you are. Just because someone stopped loving you does not mean that you are unlovable. That is a huge lie of the enemy to try to destroy your confidence and self esteem.
Praying for you, Dear one. God is with you in this season. Love will bloom again on the branches of your heart. Written by Jenny Williams, Ruby Wives. Copyright 2013. All rights reserved. Please feel free to share for encouragement purposes. All scriptures are taken from the NIV Bible Version.
Psalm 147:3
He heals the brokenhearted and binds up their wounds.
Hebrews 13:5
“Never will I leave you; never will I forsake you.”
Psalm 51:17
My sacrifice, O God, is a broken spirit; a broken and contrite heart you, God, will not despise.


Kamis, 25 Agustus 2016

Cinta itu bukan dr pandangan pertama, tp persahabatan



Berkaitan dgn gbr d atas dr buku ttg cinta..
Meski ada tmn2 yg baru 1 bulan langsung jadian..
Aku ga percaya love at the first sight..
Emg ada kesan tertentu sih..
Tp menurutku itu terlalu cepet..
Aneh bgt sih kalo orang liat foto 1x trus minta nmr pin dr temennya..
Aku pernah pajang DP d bbm 1x..di path 1x..
nah 2 tmnku cowok tu minta nmr tmnku yg di poto..pdhl ga kenal n br 1x liat..
Ya ga kukasih..soalnya 2 tmnku tu udh pny pcr..
So weird..
Aku pernah sebel juga sih beberapa kali kok bbrp tmnku ngasih nmrku k tmn2nya yg minta nmrku k dia tp ga ijin aku dulu..harusnya tu ijin dulu..
Itu sungguh tdk sopan..lain kali jgn begitu..

Kalo pacaran lama tp cm telponan ngobrolin aktivitas sudah makan/belum, makanannya apa, tau jadwal n pergi ke mana..
So what gitu lo? Kalo tau smua itu trus mau apa?
Tetangga juga tau..
Membosankan sih.
😂 Haha..
Harusnya itu ya ketertarikan pd keseluruhan kepribadian..
Jadi ya ngobrolnya itu ttg prinsip n nilai2 hidup..
Cinta itu bertumbuh seiring berjalannya waktu..

Ya paling nggak skitar 6 bulan biasanya kelihatan sifat2 asli..tergantung keterbukaan cerita juga sih,.
Trus Tuhan yg akan mendekatkan dgn cara tak terduga, bukan dijodoin orang tp dijodoin Tuhan..
Tmnku ada yg curhat dia mau doain 3 orang yg dia sukai tp ga deket..mau dijodoin gitu sm tmennya..
Dlm pemikiranku, lbih baik klo doain tu kriteria2 utama dulu tanpa sebut nama orang..
Nah seiring berjalannya persahabatan, kalau emang kriteria2 utama itu ada pada seseorang dan emang orangnya deket atau tiba2 Tuhan dekatkan itu, baru didoain namanya..
Tp kalo emg ga pernah deket, ya jangan didoain sebut nama..sesuai kriteria2 pa nggak kan jg ga tau..ga pernah ngobrol..
Sebut nama boleh aja, tp buat mohon Tuhan singkapkan karakter2 yg terselubung..
Nah apalagi klo org nya ga mau didoain, ga usah dipaksa.. #curcol...
:-p

ni aku copas dr fb mas pipit..dia copas dr angela..tp mas pipit ga tau n lupa angela siapa n dr blog mn link nya..hahah..
Berkaitan dgn note angela, setelah km tau jwban Tuhan n sbagian besar sifat2 tu sesuai kriteria, barulah hubungan diperjelas..
Mungkin 6 bulan itu klihatan aslinya..tp sekali lg tergantung keterbukaan..
Kalo sering sharing dari hati ke hati mungkin bs lbih cepat..tp bs lebih lama klo kurang terbuka..That's all of my opinion..

Memperjelas Hubungan
Apakah Anda saat ini sedang melajang? Apakah Anda merindukan pasangan hidup? Untuk mendapatkan pasangan hidup biasanya prosesnya dimulai dari persahabatan, lalu dilanjutkan dengan tahap pengenalan lebih jauh (biasa disebut sebagai pendekatan), lalu pacaran. Dari pacaran, kemudian tunangan, akhirnya menikah.
Artikel hari ini akan membahas masa peralihan dari pendekatan ke pacaran. Dalam masa pendekatan berarti posisi Anda sebagai teman dari orang yang Anda dekati. Untuk beralih ke status pacar, maka diperlukan suatu persetujuan antara kedua belah pihak.
Dalam Kitab Amos dikatakan: berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji? Persetujuan untuk kedua belah pihak untuk memulai hubungan pacaran biasanya diistilahkan sebagai ‘nembak’. Saya sudah agak bosan dengan istilah yang satu ini.
Jadi saya mengusulkan untuk mengajukan istilah baru sebagai pengganti istilah ‘nembak’. Istilah itu adalah memperjelas posisi. Tanpa memperjelas posisi, kedua orang yang dalam pendekatan ini akan terus dalam masa pendekatan dan dapat menyebabkan kebingungan bagi salah satu atau keduanya.
Pria yang dianugerahi Tuhan peran sebagai pemimpin jelas memiliki otoritas dalam memperjelas posisi ini. Memperjelas posisi dalam hubungan yang ada itu bukan berarti pria sebagai pihak yang lebih lemah. Bukan juga berarti bahwa pria menyerahkan arah dan alur hubungan kepada pihak wanita.
Justru jika pria melakukan tindakan memperjelas posisi, sebenarnya itu merupakan tanda bahwa pria melakukan tindakan kepemimpinannya.
Jika seorang pria menyukai seorang wanita namun tidak melakukan tindakan untuk memperjelas hubungan itu dan membiarkan hubungan berjalan tanpa kepastian, sesungguhnya pria ini sedang mengatakan secara tidak langsung bahwa dirinya tidak sungguh-sungguh menyayangi sang wanita.
Mengapa demikian? Jika mau kita telaah, tindakan memperjelas hubungan ini biasanya cukup mendebarkan bagi para pria. Bukan hanya terdapatnya resiko gagal (ditolak) oleh pihak wanita, tetapi ada sejumlah pria yang merasa harga dirinya jatuh jika ditolak.
Tentu saja untuk itu, sang pria juga harus berhikmat. Bentuk berhikmat adalah tidak terburu-buru untuk mengambil tindakan memperjelas hubungan sebelum memang sang wanita memperlihatkan tanda-tanda menyukai sang pria.
Oleh karena itu, para wanita sebagai penolong, Anda juga perlu memberikan tanda-tanda bahwa Anda menyukai sang pria, jika memang Anda menyukainya. Tanpa Anda memberikan tanda-tanda itu, sang pria akan lebih enggan dan ragu untuk mengambil tindakan untuk memperjelas posisi dalam hubungan.
Tindakan membiarkan hubungan berjalan tanpa kepastian, sesungguhnya merupakan bentuk mencari aman. Tanpa melakukan tindakan untuk memperjelas posisi masing-masing, jelas tidak ada resiko yang terlibat. Hanya saja membiarkan seseorang yang Anda kasihi berada dalam posisi terombang-ambing dan bingung, itu juga bukan suatu tindakan yang menyenangkan.
Tentu saja jika memang para pria sudah menangkap bahwa sang wanita yang Anda sukai ternyata memang tidak menyukai Anda, alangkah lebih baik jika Anda bersikap ksatria dan mundur teratur. Kembalilah ke fase pertemanan seperti biasa. Tentu saja Anda tidak perlu untuk memperjelas posisi dalam hubungan dengan menyatakan cinta Anda kepada wanita tersebut.
Bagaimana jika yang terjadi adalah sang pria dan sang wanita sama-sama saling menyukai, hanya saja sang pria tidak kunjung mengambil tindakan untuk memperjelas hubungan tersebut? Apakah sang wanita boleh mengambil inisiatif untuk memperjelas posisi tersebut?
Tindakan tersebut sebenarnya adalah porsi sang pria. Jadi hal yang paling baik yang para wanita dapat lakukan adalah memberikan tanda-tanda bahwa memang sang wanita juga menyukai sang pria. Hanya saja biarkanlah porsi memperjelas hubungan itu berada pada tangan sang pria.
Kalau kita mau melihat mengenai tokoh-tokoh di Alkitab, dalam mencari pasangan memang peran untuk memperjelas posisi dalam hubungan tampak jelas di tangan sang pria. Mengapa demikian? Hal ini adalah selain karena memang masalah tradisi (kebudayaan) saat itu, tetapi juga memang karena peran pria itu sebagai pemimpin dalam suatu hubungan.
Jadi zaman bisa berubah. Hanya saja prinsip-prinsip dasar yang ada yang telah Tuhan tetapkan, tetap perlu kita pegang erat. Jadi bagi para pria yang sedang mendekati sang wanita pujaan hati, jika memang Anda sudah yakin bahwa si dia orang yang tepat dan memang dia sudah memberikan tanda-tanda, tidak perlu ragu untuk mengambil tindakan dalam memperjelas hubungan Anda.
Sebaliknya bagi para wanita yang sedang didekati, jika memang Anda sudah yakin bahwa si dia orang yang tepat, jangan lupa untuk memberikan tanda-tanda bahwa Anda memang menyukainya. Tentu saja Anda perlu berhikmat untuk memberikan tanda-tanda yang memang dapat dimengerti oleh si dia, tetapi pada saat yang sama juga perlu diperhatikan supaya tidak berlebihan.
Jadi, bagi yang memang sudah menemukan orang yang tepat, selamat memperjelas hubungan Anda. Tuhan Yesus memberkati. (Sumber : Angela)


Rabu, 24 Agustus 2016

Doa

Jlep..aku kan merasa kurang doa..doa cm bentar..
kyk males gitu..
tp harus berjuang buat berdoa..
diingetin lg ma 2 tmnku..ttg pentingnya doa..

Pagi2 buka fb, nemu ini..
gbr dr Christian today..
Postingan status fb dr pak Arief...
tertusuk terutama dgn kt2 ini "Malas berdoa pun salah karena Tuhan menginginkan kita sbg anak-anakNya hidup dlm hubungan yg erat dgnNya melalui doa."
Hwa aku merasa Tuhan itu suka mengingatkan lewat berbagai cara..terutama postingan fb tmn2ku..
God is the best..😃


DOA = KEAKRABAN+KEYAKINAN+PENYERAHAN DIRI
Doa adalah hal sederhana, sehingga seorg anak kecil mampu melakukannya. Meski demikian, doa adalah sesuatu yg istimewa karena kita berjumpa dengan Tuhan Pemilik dan Penebus hidup kita.
Namun, sangat disayangkan ada byk org Kristen yg dgn pemahaman dangkal salah berdoa atau tidak mau berdoa. Salah berdoa maksudnya ia berdoa utk memuaskan keinginan diri sendiri dan memaksa Tuhan utk mengabulkan apa yg dipinta, ditambah lagi bhw dia sdh berdoa dengan iman kepada Tuhan. Jika Tuhan bisa diatur oleh kita lewat berdoa dengan iman, apakh itu Tuhan yg sesungguhnya dan apakah itu doa yg benar? Malas berdoa pun salah karena Tuhan menginginkan kita sbg anak-anakNya hidup dlm hubungan yg erat dgnNya melalui doa.
Lalu bagaimanakah berdoa yg benar? Kita bs meneladani Tuhan Yesus dlm hal doa di Markus 14:36. Tiga hal yg saya dapat: Doa adalah sebuah relasi ("Ya Abba, ya Bapa"). Doa bkn memborbardir Tuhan dgn byk permintaan, tetapi membangun relasi yg semakin akrab agar kita semakin memahami kehendakNya. Doa adalah sebuah Keyakinan ("tidak ada yg mustahil bagi-Mu"). Keyakinan itu bkn dr dlm diri tapi dr pengenalan akan Tuhan yg dibangun atas dasar firman Tuhan yg benar. Sekaligus percaya bhw cara dan waktu Allah lebih baik dr yg mampu kita doakan. Doa adalah Penyerahan diri ("Jgnlah apa yg Aku kehendaki, melainkan apa yg Engkau kehendaki"). Berserah secara aktif artinya mengakui kita tdk berdaya apa-apa, hanya anugerahNya yg kita butuh hari demi hari. Juga siap melaksanakan apa yg dikehendakiNya meski berbeda dgn keinginan hati dan hidup kita. Sudah berdoa? Berdoalah....
#pray #prayer

Selasa, 23 Agustus 2016

Aku belajar...

Tuhan itu super baik..mungkin kadang ada bbrp waktu aku menemui Dia dgn malas2an..
Tp Tuhan setia, meski aku tdk setia..
Bahkan Dia memakai temen makan yg tak dikenal, radio, reality show TV, lagu, IG, sms, Poto FB, WA, sahabat, sate, dll utk menguatkanku tiap lemah..
So sweet n mengharukan..
Itu terjadi udah sering..
😇 aku saksi nyata..

D bwh ini aku copas dr tante endang..


🌹 AKU BELAJAR  🌹

Aku belajar bersabar dr sebuah kemarahan... 
Aku belajar mengalah dr sebuah keegoisan... 
Aku belajar tersenyum dr suatu kesedihan.... 
Aku belajar tegar dr suatu kehilangan...  

Hidup adalah BELAJAR.....  
Belajar bersyukur meskipun tak puas... 
Belajar ikhlas meskipun tak rela.... 
Belajar taat meskipun berat... 
Belajar memahami meskipun tak sehati..cop. 
Belajar sabar meski terbebani...
Belajar memberi meski tak seberapa... 
Belajar mengasihi meski tersakiti.... 
Belajar tenang meski gelisah....
Belajar percaya meski susah.... 
Belajar tabah meski cobaan menerpa...

🌹 ​Aku belajar....
bahwa tidak selamanya hidup ini indah,
kadang ALLAH menyapaku melalui derita. Tetapi aku tahu bahwa IA tidak pernah meninggalkanku, sebab itu aku belajar menikmati hidup dengan bersyukur.   

🌹 Aku belajar....
bahwa tidak semua yang aku harapkan akan menjadi kenyataan,
kadang ALLAH membelokkan rencanaku. 
Tetapi aku tahu bahwa itu lebih baik dari yang kurencanakan,
sebab itu aku belajar menerima semua itu dengan sukacita.   

🌹 Aku belajar....
bahwa cobaan itu pasti datang dalam hidupku.
Aku tak mau dipengaruhi setan utk marah dan emosi,
aku tak mau menyalahkan orang lain,
Juga tidak mungkin berkata "tidak adil ALLAH". 
Karena aku tahu bahwa semua itu tidak akan melampaui kekuatanku,
sebab itu aku belajar menghadapinya dengan sabar.   

🌹 Aku belajar....
bahwa tidak ada kejadian yang harus disesali & ditangisi, karena semua rancanganNYA indah bagiku. 

Maka dari itu aku belajar bersabar, bersyukur & bersukacita dalam segala perkara. 
Karena semua itu menyehatkan jiwa & menyegarkan hidupku...
 
Saudaraku...
• Ketika "Kaki" sudah tak kuat berdiri... "BERSIMPUHLAH". 
• Ketika "Tangan" sudah tak kuat menggenggam... "LIPATLAH" 
• Ketika "Kepala" sudah tak kuat ditegakkan... "MENUNDUKLAH" 
• Ketika "Hati" sudah tak kuat menahan kesedihan... "MENANGISLAH.   
• Ketika "Hidup" sudah tak mampu untuk dihadapi... "BERDOALAH"   

ALLAH selalu setia bersama kita... 
dan apa saja yang kita minta dalam DOA dengan penuh keyakinan, pasti Ia akan menerimanya...   
ALLAH mendengar lebih dari yang kita katakan...
ALLAH menjawab lebih dari yang kita minta... 
ALLAH memberi lebih dari yg kita inginkan...   

Karena...
di belakang kita ada kekuatan yang tak terhingga...
di hadapan kita ada kemungkinan tanpa batas...
di sekitar kita ada kesempatan yang tiada akhir...
Lebih dari itu, di atas kita ada ALLAH yang selalu menyertai...

❤❤Ingatlah saudaraku tercinta... Cinta  ALLAH  abadi, seperti lingkaran, tak berawal & tak berakhir..., ....
                                                                                                                          Tuhan memberkati 🙏


Senin, 22 Agustus 2016

Tuhan Yesus memanggil utk memberikan kelegaan.

Mlm tmn2..mau berbagi siaran mas gun hr ini..d immanuel radio..tiap senin jm 8-9 mlm..
Tuhan Yesus memanggil utk memberikan kelegaan.

Matius 11:28 (TB)  Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.


Ada bbrp sumber beban:
-Dosa yg mendtgkan persoalan.
-Kejahatan org lain

Cth:
Difitnah org lain.
Ada yg jahat n mencuri uang.
Tenaga diperas dgn semena2.
Dipukuli.
Diperlakukan tdk adil.
Dianggap tdk mampu.
Dipecat krn melakukan kebenaran.
Blm dpt2 kerja.
Tdk pny uang utk byr kos.
Pny byk hutang krn tmn/keluarga.
Sakit keras.
Tdk lulus2.
Blum pny keturunan.
Usaha pailit.

Tujuan beban:
Bangun karakter spt Kristus.
Relasi dgn Tuhan jd intim..
Bw dlm rencana Tuhan.,cth Yusuf dipakai Tuhan utk mencukupi bgs Israel.

Syarat mutlak:
Karya keselamatan hanya didpt dr Kristus.
Undang Yesus masuk dlm hati sbg Tuhan n Juruselamat (Roma 10:10). Stelah itu barulah bisa jd anak Kristus n Bapa jwb doamu (Yoh 1:12).
Tuhan ijinkan smua utk melaksanakan rencana Tuhan n btk karakter.

Yg dilakukan:
Mohon petunjuk Tuhan apa ada dosa.
Dtg n berseru pd Tuhan..
Merendahkan diri d hdpn Kristus, mengaku dgn hati n mulut tanpa Yesus tdk bisa atasi beban.
Hanya Tuhan yg bs menolong.
Curahkan smua isi hati dgn jujur.
Berbagi dgn sdr seiman yg menguatkan n menolong.
Ikuti acr rohani.
Bc buku rohani.
Sabar n setia. Tuhan pasti menolong. Beban akan diganti oleh Bapa dgn beban yg ringan, dilihat dlm kacamata kebaikan..

Yg hrs diingat:
Tuhan bekerja sesuai waktu Nya.
20 tahun n puluhan tahun Tuhan menjawab. Abraham n Sara mempunyai anak d usia lanjut.
Tuhan menunda krn Dia menunggu wkt terbaik utk menjawab.
Dtg dgn percaya.
Jujur ceritakan apa adanya pd Tuhan.
Jaga persekutuan pribadi dgn Tuhan, Dia pasti tunjukkan kehendak Nya.
Berseru pd Tuhan. Allah jwb persoalan n meneguhkan lwt sdr2 seiman.
Jd slain perlu Tuhan, jg perlu pny komunitas sdr2 seiman yg menemani dlm proses penuh persoalan itu.


Kasus istri salah n bertobat tp suami mengungkit2:
Akui dosa pd Tuhan
Bersyukur Yesus ampuni.
Belajar mengerti n pahami suami.
Menerima bhw butuh wkt. Suami perlu konseling spy bs mengampuni.


Mungkinkah tdk dtolong? Mungkin saja..
-Wkt nya blm dtg.
-Ada yg memang tdk dtolong sampai kpd kekekalan. Tuhan pasti beri kekuatan, iman n sukacita utk menanggung penderitaan.


Jika terbeban krn dosa, tp bertobat mk diampuni Tuhan n dibebaskan dr dosa+akibat dosa.


Minggu, 21 Agustus 2016

Apa sih yang membuat cewek bisa tertarik sama cowok?

http://www.abbalove.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1255:apa-sih-yang-membuat-cewek-bisa-tertarik-sama-cowok&catid=24:relation&Itemid=17

Yailaaah, masih muda, ganteng, karier bagus duit kenceng kok pilihnya ‘daun tua’ sih? Dah gitu ‘big size’ pula… padahal kan banyak cewek cakep yang masih muda yang  mau sama dia ..

Bused deh tuh cewek liat apaan yah, tampang cowoknya awut-awutan, naek vespa butut pula. Kok mau yah sama tu cowok?

Aneh binti ajaib emang kalo ada orang yang {akhirnya} memilih pasangan tidak dengan ‘standar kacamata dunia’ yang bilang PENAMPILAN dan MATERI nomor satu {tampang, bodi dan duit dan embel-embelnya} tapi tentu ADA dooong! Iya gak? Trutama anak-anak Tuhan pasti gak mau ‘kecele’ sama yang kayak gitu-gituan, ya kan?

So apa sih sebenernya yang dicari cewek/cowok dalam diri lawan jenis untuk dijadikan pasangannya? Sebenernya ini bisa jadi list yang super panjang yang ude pasti GAK ADA seorangpun bisa penuhin SEMUA hal itu. Face it lah, gak ada Mr. Perfect-Godly-Guy di dunia ini, gitu juga gak ada Miss Perfect kayak di amsal 31. Tapi setidaknya saya {mencoba} merangkum 3 hal yang secara general  wanita-wanita ‘dambakan’ dari seorang pria, are you ready to know guys?

Yang didambakan seorang wanita pada umumnya dari seorang pria :

1. Kepemimpinan {willing to lead and serve}

>> willing to lead

Wanita mendambakan kepemimpinan dari seorang pria {pasti cewek-cewek pada teriak histeris: AMEEEEN!!!}. Mo yang tipikalnya cewek stabil ampe yang koleris sekalipun pasti pengennya punya pasangan yang BISA MIMPIN. Kagak usahlah ngomong skala yang guede-guede kayak mimpin perusahaan or gereja, kalo kami lihat pria yang bisa MIMPIN DIRI SENDIRI sudah cukup kok :) Mimpin diri sendiri berbicara tentang disiplin hidup pribadi. Kami suka loh diam-diam mengamati, Pria ini gimana hubungannya sama Tuhan? Mau taat sama Firman gak? Saat teduhnya bolong-bolong gak? Prioritas hidupnya gimana? Punya tujuan hidup atau hal yang jelas buat dicapai gak? Gaya hidupnya gimana, suka males-malesan or berkhayal doang ato bahkan extreme yang satu lagi gila kerja sampe gak punya waktu buat maintenance hubungan? Kalo kami lihat seorang pria bisa ‘mimpin dirinya sendiri’ dengan baik, pasti kami merasa ‘lebih aman’ untuk mempercayai diri kami tunduk di bawah kepemimpinan pria tersebut {khususnya nanti pas jadi pasangan dan ketika jadi suami}.

>> willing to serve

Esensi kepemimpinannya Tuhan Yesus adalah memimpin lewat melayani bukan ‘bossy-bossy’ {nyuruh-nyuruh doang}. “Tidaklah demikian di antara kamu . . Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu” ( Matius 20:26-27 ) Pria yang kami dambakan adalah pria yang MAU MELAYANI oranglain. Melayani artinya simple: mau do something for other people {bukannya mau other people do something for him} dan mau meringankan beban orang lain (gal 6: 2). Pria kayak gini nih, gak bakalan gengsian buat bantuin istri doing house-chores {kerjaan-kerjaan rumah kayak nyapu or nyuci piring or yang laennya} karena emang hatinya mau menolong, meringankan beban istrinya. Duh nulis kayak gini jadi inget suami sendiri, hihihi… so blessed to have a husband like him yang suka bantuin saya dengan kerjaan-kerjaan rumah.

2. Berfungsi dan Bertanggung jawab {willing to take initiative and work hard}

>> willing to take inisiative

Fungsi atau peranan pria dalam sebuah hubungan adalah sebagai ‘INISIATOR’ dan wanita sebagai ‘RESPONDER’. Itu kodrat alami! Tapi karena  fall into sins, pria banyak yang gak berfungsi sebagaimana dia diciptakan, malahan jadi pasif sif sif, terkurung dalam penjara ketakutan dan kemalasan. Gak heran banyak muncul wanita-wanita yang agresive, banyak ambil peranan dalam pelayanan, pekerjaan or kepemimpinan.  Padahal jauh dalam sanubari hati kami {cie ileeeeh} kami seneng loh liat pria2 yang inisiatif. Contoh simplenya, inisiatif dalam hal menawarkan/ memberi bantuan. Kalo ngebantu setelah terlebih dulu dimintai tolong mah itu namanya bukan inisiatif kan yah? ;p Inisiatifnya bukan karena ada udang di balik batu cuma sama orang-orang tertentu tapi itu jadi buah karakter yang tetap yang menjadi berkat buat banyak orang. Inisiatif juga berbicara tentang bagaimana si pria memberi diri untuk ambil tanggungjawab, brusaha memulai hubungan, mencari topic pembicaraan, memberi idea bukan menjadi Mister ‘up to you’ yang sukanya ngomong terserah-terserah aja.

Ce : Mau makan dimana’ mas?Co : hmm, dimana yah? Terserah eneng aja deh..*sambil mesem-mesem tak jelas*Ce : Mo ngapain nih abis ini?Co : ngapain yah? Kamu maunya ngapain? Aku mah terserah aja dehCe : Menurut abang bajunya bagusan yang mana? Ini atau yang itu?Co : hmm, abang mah terserah kamu. Kamu sukanya yang mana?Yaaaaaaaaaaaaaah… gubraks deh klo ketemu model beginian >.<

>> willing to work hard

“ Tangan yang lamban membuat miskin, tetapi tangan orang rajin menjadikan kaya” (ams 10:4). Kalo liat cowok rajin duh rasanya seneng deh tapi kalo liat cowok yang omdo (omong-omong doang) dan malas rasanya bisa illfeel deh!  Gimana bisa trust our future sama cowok yang model begitu? Kami tidak menuntut kudu harus kaya, punya tabungan bermilyar-milyar, punya rumah, mobil dan kapal pesiar buat {layak} ngelamar jadi pacar kami, asal kami lihat pria tersebut punya pekerjaan dan mau bekerja keras itu sudah cukup karena kami tau pria tersebut tidak akan membiarkan kami ‘kelaparan’.  “Dalam tiap jerih payah( baca : kerja keras) ada keuntungan, tetapi kata-kata belaka (= omdo) mendatangkan kekurangan saja.” (ams 14: 23)

3. Kerendahan Hati {willing to admit mistakes/sins, ask for forgiveness and forgive others}

>> willing to admit mistakes/ sins and asking forgiveness

Wanita mendambakan pria yang HUMBLE alias gak gengsian. Cukup rendah hati buat ngakuin kesalahan dan minta maaf bukannya brusaha nutup-nutupin kesalahan dengan banyak dalih. “Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi.” (ams 28:13) Kami tau tidak ada pria yang sempurna (karena kamipun bukan wanita sempurna)  tapi at least ketika menyadari  telah melakukan kesalahan {khususnya yang menyakiti oranglain} berani dan mau take effort untuk memulihkan hubungan dan mengusahakan perdamaian.

>> willing to forgive others

Humility juga artinya bersedia buat maafin kesalahan oranglain. Ngeri rasanya kalo liat pria yang terus-menerus menyimpan amarah, kekecewaan, luka, kebencian dan kepahitan di dalam hatinya. “Akal budi membuat seseorang panjang sabar  dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran” ( Ams 19: 11 ) Pria yang bisa mengampuni adalah pria yang lembut hatinya seperti Yesus dan pria seperti ini yang akan gain more respect from others!

Nah itukan yang didambakan oleh wanita, kalo yang didambakan pria-pria pada umumnya tuh apa sih? Tentu saja bagian yang ini saya tidak bisa menulisnya tanpa menjadikan suami dan beberapa teman pria kami sebagai narasumber. Tapi untuk mengetahui hasil survey saya, tunggu artikel ini bulan depan yaaa…… (bersambung)

- Mike & Lia Stoltzfus (HY)


Sabtu, 20 Agustus 2016

Seminar BDTK

Tmn2..sminar ini terbuka buat umum..
silakan dftr d nmr2 tsb..or link d atas..
Yg mau kuwawancarai buat mjlh Eben, bs dftr k aku..
😃
hehe


Pingin ke semarang

Hm..aku pingin k semarang...
menjenguk keluarga d sana..tp ga bs gegara kerja..
Tempat kerjaku d minggu pertama minta jaga pameran..
Minggu ke 2 n ke 3 juga..
Tgl 11-21 ini jm 2-9 mlm..
mana ada bule aneh, minta aku poto berdua sama anaknya..
Hm kangen my famz..
Mn flu krn berdiri 6 jam d tempat ber AC..
😃moga segera ga ada tugas d hr minggu..
Amin..

Jumat, 19 Agustus 2016

Pentingnya restu 😃

Dr note ini n pengalaman, sblm pcran, sbaiknya minta ijin 2 pihak famz.. sebenernya dulu itu aku sempat berpikir idealnya kalo minta ijin tu stelah 6 bulan aja..tapi sempat kejadian tmn2ku dilarang pcran stlh 3 th n 1 thn pcr an..kmudian mereka terluka bgt..
Aku pernah juga hampir jadian, tp ga jadi krn ga dibolehin kluargaku..emang sakit sbelum memulai tu lbih baik drpd sakit krn udah lama membekas d hati..
Kmudian, dia malah marah2 krn ditolak my famz..
keluarga bs melihat scr objektif..apalagi kalo kluarga pny prinsip rohani yg jelas..
Nah klo keluarganya ga jelas n udah jodohin dgn org lain gmn? mending minta ijin kluarga rohani dulu..terus klo tetep ga diijinkan, doain terus n berjuang buktikan aja deh..pasti kalau emang bner kehendak Tuhan, Tuhan bs ubah hati, keluarga yg menolak bs jd menerima..ora et labora..
Trus kalau jauh gmn famz nya?
Bs minta ijin via telpon atau didatengin..
😃

Di bwh ini note yg kudpt dr Nita, ketua komselku.. dia mendapat banyak hal pengalaman hidup Ko Teddy n Ci Fani mengenai pasangan.
Ini bukan soal 7 prinsip atau 5 prinsip secara teori tetapi lebih penting adl aplikasinya.
1. Orangtua itu penting
Percuma Anda menjalani hubungan tanpa restu kedua orang tua. Ingat dalam menjalani hubungan tidak hanya Anda dan pasangan tetapi juga keluarga besar Anda berdua.

Kepercayaan orang tua harus dijaga, saat Anda menyakiti pasangan Anda, Anda terlebih lagi menyakiti orang tua pasangan Anda yang sudah membesarkannya dg penuh kasih. Disaat hubungan jarak jauh,respek terhadap orang tua itu pun menjaga Anda agar Anda tetap setia terhadap pasangan Anda. Bahkan terkadang ekspektasi orang tua Anda bisa saja lebih tinggi daripada Anda yang menjalani hubungan. Jaga kepercayaan itu.

2. Pacaran harus ada visinya dulu
Anda ingin pacaran atau Anda ingin menikah? Jika hanya ingin pacaran saja sebagai status lebih baik tidak BERPACARAN dulu. Pacaran itu persiapan menuju pernikahan jadi harus ada visi yang jelas.  Dari visi tersebut barulah di susun tujuan-tujuan kecil yang harus kita lakukan sekarang untuk mencapai visi tersebut. Kejar dulu mimpi dan panggilan Tuhan yang Tuhan taruh dalam hidup kita. Selagi yang kita lakukan dan tujuan kita itu menyenangkan hati Tuhan, percayalah ada saatnya Tuhan memberikan berkatnya buat kita.

3. Prioritas
Ingat prioritas yang benar tetap harus diawali dengan Tuhan, lalu keluarga, lalu kewajiban Anda di pekerjaan, study, lalu pelayanan, dan yang terakhir adl pacar. Jangan mau dengan pasangan yang tidak menaruh Tuhan di tempat yg pertama. Saat pacaran, pacar memang prioritas terakhir tetapi saat sudah menikah pasangan Anda akan menjadi keluarga yang merupakan prioritas kedua setelah Tuhan.

4. Harus percaya dan terbuka
Yang paling terpenting dalam hubungan adalah memiliki kedua hal tersebut. Jika percaya tanpa terbuka dapat terjadi ketimpangan. Demikian juga terbuka tanpa percaya. Keduanya harus dijalin dan dibangun satu sama lain. Dengan Anda percaya dan terbuka, secara tidak langsung Anda akan menerima pasangan Anda sepenuhnya dan mendapatkan timbal balik yang setimpal jg.


Rabu, 17 Agustus 2016

Mendaur ulang emosi negatif

Mendaur Ulang Emosi Negatif
Julianto Simanjuntak

Semua kita pernah kecewa dan terluka. Terutama akibat perbuatan orang yang kita sayangi. Luka itu bisa berupa pengabaian, ketidakadilan, kekerasan dan pelecehan. Ada yang mengalami penghianatan, dibohongin, difitnah atau diremehkan. Semua ini sangat menyakitkan bagi siapapun.

Ada lima proses atau tahapan menghadapi masalah kita. Terutama menyangkut kekecewaan, kehilangan dan luka penghianatan

Ingat, makin dalam luka makin besar daya pengampunan dibutuhkan.

1. MENYADARI.

Kita perlu menyadari emosi akibat luka yang kita alami. Bisa itu marah, kecewa, takut atau sedih, Sebagian luka kita terjadi pada masa lalu, belasan hingga puluhan tahun silam. Kita mungkin sudah lupa. Kalaupun ingat, kita berusaha menekan dan mengabaikan perasaan kita.

Sekarang, coba ingat dan rasakan sakitnya luka itu. Ketika kita mampu merasakan sengat luka yang paling sakit, itulah awal kita pulih secara perlahan. Tapi bila kita abaikan, simpan, tekan atau berpura-pura tidak ada kejadian, itu hanya menambah parah luka, dan membuatnya tetap basah bernanah. Tapi dengan menyadari dan mampu memberi nama emosi dengan tepat, itu adalah awal pemulihan.

Pentingnya self awareness

Gambar luka...

2. MENGAKUI.

Semua perasaan di atas, seperti marah, kecewa, dan sedih perlu diakui. Dengan mengungkapkan emosi yang ada di dalam hati akan melegakan. FirmanNya, pengakuan awal dari pemulihan. Yak 5:16

Carilah seseorang yang Anda percayai, dan matang secara emosi. Jika perlu menemui konselor profesional. Ceritakan detail peristiwa, waktu dan mereka yang melukai hati anda. Bila sdr terbatas lewat cerita, bisa perdalam ceritamu lewat tulisan. Writing is healing. Menulis itu bisa menyembuhkan.

Usahakan sejak hari ini jangan menyimpan emosi negatif. Jika marah atau sedih atau kecewa, ungkapkan secara harian, sebelum matahari terbenam atau menjelang tidur malam hari. Bila sdr punya relasi yang baik dengan pasangan dan keluarga, sdr mudah melakukan keterbukaan ini. Jika tidak, temuilah sahabatmu atau konselormu.

3. MENSYUKURI.

Tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini. Dia bersabda, satu helai rambut kita saja jatuh Ia tahu, apalagi harga diri kita diinjak-injak dan dihina. Ia mengijinkan, untuk sebuah maksud atau tujuan.

FirmanNya mengajar kita untuk bersyukur senantiasa. Karena itu baik kita melatih kebiasaan bersyukur, bukan hanya untuk hal yang baik tapi juga buat pengalaman buruk
Bersyukur adalah seni berserah. Menyerahkan ketidakberdayaan kita mengontrol situasi atau orang-orang yang bermaksud jahat. Percayalah, pada waktu yang tepat Allah terlibat dan campur tangan, memulihkan luka menjadi sukacita. Air mata menjadi mata air.

4. MEMBERKATI

Setelah mampu mensyukuri peristiwa, dan perasaan pengalaman luka tadi, kita perlu memberkati orang yang melukai kita.

Ada empat alasan mengapa kita memberkati mereka yang menganiaya emosi kita:

Pertama, pengalaman buruk kita membentuk kepribadian, mental kita menjadi lebih kuat dan dewasa. Menjadi lebih mandiri dan tidak cengeng. Orang bisa saja mereka-rekakan hal yang buruk, tetapi dalam anugerahNya Tuhan memakai untuk kebaikan pribadi kita.

Kedua, mengapa kita memberkati mereka yang melukai, Sebab mereka menyadarkan kita, bahwa kita orang berdosa yang bisa kecewa, marah bahkan benci. Lewat luka tadi kita merasa membutuhkan anugerah dan pengampunan.

Ketiga, firmanNya mengajar kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi dengan kebaikan. Belajar mendoakan musuh-musuh kita. Berdoa dan memberkati adalah buah kebaikan yang bisa kita persembahkan pada mereka yang melukai perasaan dan harga diri kita.
Meski akan ada perasaan tidak nyaman bahkan sakit saat memberkati orang yang menyakiti kita, namun itulah yang menjadi semacam "betadine" mengeringkan luka hati kita. Awalnya sakit, tapi akhirnya akan kering seiring waktu.

Keempat, kelak dengan bekas luka tadi kita mampu berbagi empati dengan mereka yang terluka. Tak ada luka kita yang sia-sia, semua bekas luka berguna, membuat orang lain berani menjalani luka mereka. Makin besar luka makin besar Tuhan memakai anda dan saya.

5. MENIKMATI.

Sebagian luka hati kita tidak pernah langsung sembuh. Sakit hati kita tidak bisa dengan singkat kita atasi, terutama saat menghadapi kenyataan pasangan kita menghianati. Lagipula dalam beberapa kasus, rekonsiliasi membutuhkan dua belah pihak. Perdamaian dengan orang yang kita sayangi.

Andai saya bisa memberi analogi

Bila sepeda dicuri tetangga, dibandingkan dengan suami kita "diambil" istri tetangga, tentu sangat beda kedalaman rasa marah dan kekecewaan kita.

Memulihkan hati yang dikhianati membutuhkan waktu. Karena itu kita perlu belajar menjalani luka hati. Tidak mungkin dengan satu kali konseling atau berdoa langsung sembuh.

Untuk itu kita perlu meminta anugerah Allah agar cakap menjalani luka tadi. Hari demi hari, belajar menikmati perasaan marah kita. Tidak menyangkal dan menekan emosi tadi. Juga tidak mengumbar, melainkan mengelola emosi kita dengan kekuatan Roh Tuhan.

Karena itu belajarlah Bersahabat dengan masalah, kenali baik-baik dan berjalan dengan dia. Sampai problem itu kuat anda jalani, dan pada waktunya kita "wisuda" dengan masalah kita.

FirmanNya, kita tidak diijinkan menghadapi masalah yang melampaui kekuatan kita. Sebaliknya, Ia memberi kita kekuatan dan kecakapan menjalani luka hati kita.

Kita sudah belajar lima proses atau TAHAPAN saat menjalani luka atau kehilangan

1. Menyadari
2. Mengakui
3. Mensyukuri
4. Memberkati dan
5. Menikmati

Selamat mencoba tahapan ini, dan belajar menikmati luka hati hingga pulih, dan kelak mengeringkan luka sesama dengan bekas-bekas luka kita