Pages

Translate

Kamis, 26 Mei 2016

Jaga hati

Udah lama nggak nulis blog curhatan..heheh..
Ceritanya hari ini aku pengen berbagi tentang kisah temenku..
Aku punya temen Pemahaman Alkitab..
Gini,dulunya aku PA sendirian..kakak PA ku mb puji..
Nah pas temenku ini liat aku ma mb puji, dia pingin ikutan PA..
Dan kami pun PA 2 tahun..
Intinya PA itu bisa mempengaruhi orang lain..
dia sering curhat ke aku..tentang kisah cintanya dengan pembicara retreat..
Setelah 7 tahun LDR Solo jakarta, akhirnya mereka menikah..
Udah lama ga kontak ma tmn PA ku ini, akhirnya whatsapp an..
Aku diminta jadi bridesmaid,tapi pas ga bisa..
Aku menghadiri pemberkatan nikah mereka..
Seneng banget n mengharukan..😄
Berharap mereka jadi berkat bagi keluarga2 lain..

Beberapa waktu lalu temen di kantorku lama juga menikah..temenku ini PA di Perkantas..
Dia menikah sama aktivis Perkantas..
Solo Semarang bukanlah pemisah..
Mereka bisa terbuka dan saling mendoakan..
So sweet..bisa sama2 PA di Perkantas..komunitasku tercinta..😁

Kemudian bentar lagi temenku juga menikah..sama rekan bisnis nya..
Yang awalnya temen biasa, jadi sahabat terus pacaran n menikah..
Aku jadi bridesmaid..😀

Aku sempat berpikir kalau LDR itu nggak mungkin bisa meneliti,mengenal n memahami karakter asli..soalnya jarang ketemu..Dari semua kisah ini sih intinya jarak bukanlah penghambat hubungan..
Yang penting komunikasi ke Tuhan dan saling memahami aja..
Terus cinta itu juga butuh penelitian..ga asal2an menerima orang kayak ambil kucing dalam karung..asal ditembak,asal diterima..
Ini nih yang sering diprotes orang2,menurut mereka diterima aja klo ga cocok baru putus..tapi aku si ga peduli..tetep berpegang pd prinsipku..krn cinta bukan permainan..kan berteman yg lama dulu bisa ngerti juga cocok apa nggak nya..

Sering nya sih orang2 yg deketin aku tu nanyain aktivitas2 n sama siapa..habis itu tiba2 pada cemburu ga jelas..yah itu mah komunikasi yg ga penting..
Menurutku harus terbuka mengenai permasalahan,main ramai2 dan cerita supaya bener2 saling mengenal n berkualitas komunikasinya, nggak hambar n kosongan tanpa arti gitu..

Kalau dikasih barang2 seharga jutaan, mendingan dikembalikan sih..Cuman karena pas mau ngembaliin tu ditolak sama mereka krn kata mereka tu udah susah2 beliin,ya dgn terpaksa sekali kuterima sambil menegaskan kalau cuma temen biasa..

Ada juga yang playboy2 gitu..baru kenal tau2 menggombal n ajak2 nikah or jadian..aku dicritain temen2ku sih..diminta nasihati tu playboy atau minta tolong tmn cowok yg nasihatin..kadang dibilangin tetep nekat,ya semoga bener2 bertobat..don't bother me n my friends..

Sebagai teman blogger,aku mau bilang kalau perasaan kita pada siapapun harus netral..kalau berdoa tp sudah mencintai, ya gpp sih cuma kadang akan sulit mendengar kehendak Tuhan.jangan memaksakan kehendak..jangan sampai menyesal seumur hidup cuma karena perasaan sesaat..
Berteman aja sama banyak orang..

Meski mungkin kita digosipin jadian ma orang n ga ada yg percaya kalo kita single..sedih sih..tp ga masalah..yg penting Tuhan Yesus tahu kenyataan yg ada..urusan bisnis..-_-"

Aku cerita ini bukan krn kenapa2 sih..biar jadi berkat aja..siapa tau ada yg punya pergumulan sama..dan memikirkan kemustahilan LDR dan memegang prinsip yg tinggi..
Jangan patah semangat..
orang melihat yg di depan mata..tp Tuhan melihat hati..
Ga ada yg mustahil buat Kristus..
Semangat doa n berjuang..
Jagalah hati dan jangan mudah percaya pada rayuan2 orang..
Bersandarlah pd Tuhan Yesus dan serahkan hatimu pada Nya..
😃


Rabu, 25 Mei 2016

Bukan calon suami yang baik by mas gun

Bukan Calon Suami Yang Baik
Perasaan tertarik yang menggebu bisa membutakan para wanita. Tidak mampu berpikir dengan jernih. Akibatnya persoalan besar baru dirasakan setelah menikah. Pada saat persoalan-persoalan itu muncul, perasaan menggelora  mereda, bahkan  hilang, malah bisa berganti dengan kebencian. Karena itu sebelum menikah harus benar-benar mau berpikir, dan kemudian berani menolak atau menghentikan relasi , apabila ternyata pria-pria tersebut ternyata bukan pria yang baik untuk menjadi suami .
Ciri-ciri pria seperti apa yang tidak bisa menjadi suami yang baik ? 
1. Pria yang mengajak berhubungan.    
Apabila pria yang menjadi pacar anda mengajak anda berhubungan badan, dia pasti bukan suami yang baik. Pria seperti ini adalah pria yang tidak mampu mengendalikan nafsunya. Kalau belum menikah saja tidak mampu mengendalikan nafsunya, maka setelah menikah dia juga tidak akan mampu mengendalikan nafsunya. ARtinya dia bisa melakukan hubungan dengna siapapun. Pria yang mengajak berhubungan sebelum menikah adalah pria yang tidak menghargai calon istrinya. Dia merendahkan calonnya, karena menganggap  calon istrinya sebagai teman tidurnya. Menganggap calon istrinya sebagai wanita murahan. Apakah pria yang menganggap anda rendah, layak menjadi suami ? kalau belum menikah saja sudah merendahkan, bagaiamana nanti setelah menikah. Selanjutnya pria yang mengajak  berhubungan calon istrinya adalah pria yang tidak mampu menjaga kekudusan pasanganya. Dia tidak menganggap kekudusan sebagai hal penting. Bagaimana dia bisa memimpin keluarga, jika tidak mampu menjaga kekudusan ? Pria yang seperti ini tidak bisa menjadi suami yang  baik.
2. Pria yang melakukan kekerasan.    
Kalau pria yang menjadi pacar anda memukul anda, putuskan saat itu juga. Tidak perlu ditunggu. Tindakah kekerasan tidak bisa ditolelir, sebab itu menunjukkan ketidakmampuan mengendalikan sifat marah dan sifat kekekerasannya. Kalau belum menikah sudah berani memukul, nanti di dalam pernikahan akan lebih lagi. Kekerasan lain yang perlu diwaspadai adalah kekerasan psikis.Pria yang senang mengungkapkan kemarahan dengan kata-kata kasar dan merendahkan sebelum menikah, akan melakukan lebih hebat lagi dalam pernikahan. Seorang pria calon suami ayng baik adalah pria yang mampu menghormati calonnya. Dia bisa jadi marah, tetapi dia tidak bermain tangan-kaki atau bermain kata kasar. Dia mengungkapkan dengan kata-kata yang baik. Dia nanti akan bertanggung jawab atas hidup istri dan anak-anaknya. Dia pelindung bagi istri dan anak-anaknya. Bagaimana calon pelindung, malah melakukan kekerasan?
3. Pria yang suka berhutang    
Jika calon anda sering berhutang kepada anda, bahkan dia sudah berhutang jutaan kepada anda dan belum mengembalikan, maka dia tidak akan menjadi suami yang baik. Pria yang baik adalah pria yang mampu mengendalikan keuangannya. Dia harus mampu menata, sebab nanti dia akan bertanggung jawab atas keuangan keluarga. Kalau sekarang sudah berhutang, bagaimana nanti ? Dia harus hidup sesuai dengan penghasilannya. Dan dia menunjukkan bahwa dia akan mampu membiaayai kehidupan keluarganya. Karena seorang wanita harus benar-benar memperhatikan, apakah calonnya akan mampu membiayai hidup keluarga? Karena itu kalau sekarang sudah sering berhutang, malah belum mengembalikan, menunjukkan dia tidak mampu bertanggung jawab dalam keuangan. Dan itu membahayakan hidup anda dan anak-anak.
4. Pria yang menutup hidupnya    
Pria yang menutup hidupnya tentu bukanlah calon suami yang baik. Relasi suami istri adalah relasi saling memberikan hidup. Keduanya bersatu sedemikian rupa sehingga tidak bisa dipisahkan. Karena itu perlu tahu seluk beluk hidupnya dan tahu keluarganya. Kepribadian seseorang dibantuk oleh pengalaman masa lalu. Tanpa mengerti masa lalunya, tidak bisa memahami kerpibadiannya, dan akibatnya menyulitkan kesatuan.    Tanpa tahu hidupnya juga tidak akan tahu apa saja yang bisa dia lalukan untuk hidup. Jangan-jangan dia tidka mampu bekerja. Jangan-jangan dia tidak mampu memimpin.  Jangan-jangan dia tidak mampu menanggung kesulitan. Sangat beresiko menikah dengan orang yang menutup hidupnya.    Lebih lagi, bagaimana kalau dia punya kisah hidup yang gelap. Sudah punya pacar atau malah sudah punya istri. Punya hutang yang menumpuk. Suka obat-obatan. Karena itu jika menikah dengan orang yang tidak diketahui kehidupannya, sangat beresiko.
5. Pria yang tidak mampu bekerja.    
Pria nanti akan  bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Secara psikologis, salah satu kebutuhan dasar wanita adalah rasa ama karena ada kecukupan finansial dari suami. Karena itu pria yang akan menjadi suami yang baik adalah yang mampu bekerja. Maka jika calon anda tidka mampu bekerja atau kalau masih kuliah tidak menunjukkan tanggung jawab untuk mencapai hasil maskimal, maka dia bukan calon suami yang baik.
6. Pria yang cengeng    
Pria yang cengeng adalah pria yang begitu menghadapi masalah, langsung lemas, tidak mampu berpikir dan tidak mampu melakukan apa-apa.  Pria seperti ini sangat beresiko untuk dijadikan calon suami. Kehidupan itu sulit, banyak tantangan. Bahkan kadang-kadang tantangannya begitu berat. Jika suami tidak tangguh, bagaimana dia menjadi penopang keluarga? Bukankah keluarga akan menderita? Jangan Berharap Perubahan Banyak wanita berpikir, nanti kalau menikah pacarnya akan berubah. Ini pikiran keliru. Setiap wanita harus siap menjalani hidup dengan pria dengan ciri yang dikenalnya saat ini. Bahkan harus siap dengan yang lebih buruk. Pernikahan tidak mengubah menjadi lebih baik, kalau sejak awal modal dasar kehidupanya tidak baik. Pernikahan membuat orang menjadi lebih baik,, jika sejak awal dia adalah orang yang bertanggung jawab atas hidupnya. Karena itu pikirkan baik-baik, apakah pria yang menjadi calon anda saat ini, benar-benar pria yang memiliki ciri-ciri hidup yang layak sebagai seorang suami? Jika tidak jangan teruskan relasi. Jangan terkecoh dengan kegantengan. Jangan terkecoh dengan penampilan. Tetapi pastikan keperibadian dan cara hidupnya. Itulah modal yang benar untuk pernikahan. 

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/gunawansriharyono/bukan-calon-suami-yang-baik_57407e05537a61a00ad82f12


Senin, 16 Mei 2016

PUTTING CHRIST ABOVE MARRIAGE AND FAMILY

PUTTING CHRIST ABOVE MARRIAGE AND FAMILY
by Leslie Ludy | April 29, 2014

One of the most baffling statements Jesus ever made was, “If anyone comes to Me and does not hate his father and mother, wife and children, brothers and sisters, yes, and his own life also, he cannot be My disciple" (Luke 14:26).
What a strange comment! The same Bible that tells us to “honor our father and mother” and “respect our husband” and “love our children” seems to be saying that we cannot truly follow Christ unless we “hate” our own family members! So what is this all about? God is reminding us not to place anything above Jesus Christ - even the good and perfect gifts that He gives us, like our families. Though it is obvious (in context with the rest of Scripture) that He does not desire us to hate our family members in a spiteful, sinful way, it is quite clear that we are never to put a higher priority on marriage and family than we do on Jesus Christ.
We as Christian women are prone to this form of idolatry. Often, it begins before we’ve even met our future husband. When we are single, we often believe that we will only be truly happy once we finally meet Prince Charming and settle down in a cute house with a white picket fence. (I know I certainly struggled with this mindset during my single years!) I can’t count the number of single young women I’ve met who build their entire lives, thoughts, and emotions around the pursuit of a guy, instead of the pursuit of Jesus Christ. They think that once they find a husband, they’ll find the inner peace and fulfillment they long for - overlooking the fact that Jesus Christ alone can meet the deepest desires of their heart.
During our single years, it’s tempting to both idolize and idealize our marriage hopes and dreams. But this is a dangerous mindset, because it keeps us from finding perfect satisfaction in Jesus Christ He intends for us to have. And if we expect marriage to solve the deepest needs within our soul, we’ll only be placing unhealthy, unrealistic expectations upon our future husband from the very beginning and harming our marriage in the process.
Remember - when we are in relationship with Christ, we have everything we need for happiness right now - whether married or single. As Corrie ten Boom wrote, “Marriage is not the answer to unhappiness. Happiness can only be found in a balanced relationship with Jesus Christ. When you belong to Christ, you can be happy with or without a husband, secure in Christ alone.”
Of course, God puts a very high value on marriage. It was, in fact, His idea in the first place! The majority of us are called to be married. And there is certainly nothing wrong with desiring to be married, preparing practically for marriage, or taking steps toward a romantic relationship with someone as God leads. The problem comes when we place our marriage dreams on a pedestal, putting contentment “on hold” until that season of life finally comes.
Or, if we are married already, it’s often tempting to cling tighter to our husbands and children than we do to Jesus Christ. As married women, God calls us to love our husbands and children. (See Titus 2:4) But remember - He calls us to love Jesus Christ even more. (See Luke 14:26) That means that if we ever must make a choice between God or family, we must put Him first, above all else. It also means that our security and identity must come first and foremost from Jesus Christ rather than from our marriage and family. If you were separated from your family because of your faith in Christ, would Jesus be enough to satisfy you at the deepest level of your soul?
Women throughout Christian history - and in persecuted countries around the world - have willingly risked their families for the sake of the Gospel. Elisabeth Elliot and several other missionary women sacrificed their husbands as martyrs so that the Auca Indians could be reached with the hope of Christ. Sabina Wurmbrandt allowed her husband to be imprisoned for ten years in order to protect the glory of Christ’s name. Corrie ten Boom and her family members were willing to put each other at risk in order to protect Jews during the Holocaust - and many of them died in the process. What an amazing testimony our lives can be to this world when we are willing to lay even the good and perfect gifts God gives us back on the altar; when the glory of Jesus Christ matters far more to us even than our own personal comfort and security!
If marriage and family (or the hope of marriage and family) has claimed more of your affection and focus than Jesus Christ, ask God to change your heart. Freshly surrender this area of your life to Him, and remember where the deepest source of fulfillment is truly found - in Him!


http://setapartgirl.com/devotional/putting-christ-above-marriage-and-family


Bukan cinta sejati by mas Gun

BUKAN CINTA SEJATI
Hari ini banyak orang marasa sedang menyatakan cinta . Dan merasa itu sebagai cinta sejati. Apakah cinta sejati itu? Perasaan tertarik yang tidak hilang selama puluhan tahun? Keinginan bersama selamanya? Mari kita merenungkan kebenaran hal-hal berikut ini.
PERASAAN TERTARIK BELUM TENTU CINTA SEJATI
Cinta pasti disertai perasaan, tetapi perasaan tertarik ,sekalipun sangat kuat, belum tentu cinta. Peraaan tertarik bisa berasal dari keinginan untuk diperhatikan atau keinginan untuk disayangi. Keinginan sepertiini bisa bersifat egois. Hal itu dibuktikan ketika peraaan tertarik itu ditolak, maka menjadi sakit hati atau menjadi merasa menderita. Perasaan tertarik seperti ini bila begitu kuat, sehingga tidak bisa melupakan gadis atau pria tersebut dan merasa menderita ketika tidak kesampaian, biasanya berasal dari luka batin di masa lalu. Luka batin itu berasal dari pengalaman tertolak , pengalaman kurang kasih , atau adanya penderitaan pasa masa lalu. Pengalaman itu membentuk jiwa yang menginginkan perhatian dan dikasihi. Dan ketika menginjak remaja, keinginan itu muncul dalam wujud tertarik kepada lawan jenis. Biasanya setelah jadian atau setelah menikah, hubunngan yang terjalin akan banyak masalah.
PERASAAN TERTARIK YANG TIDAK PADAM BUKAN CINTA SEJATI
Ada orang yang merasa punya cinta pertama atau punya perasaan tertarik kepada seseorang dan perasaan itu tidak bisa hilang. Bahkan ada yang sudah menikah, perasaan itu tidak hilang juga. Perasaan yang demikian bukan cinta sejati. Mengapa? Perasaan seperti itu mendatangkan penderitaan. Penderitaan bagi yang punya perasaan, sebab dia merasa bahwa apa yang dirasakan tidak kesampaian. Selain itu dia juga tidak bisa mencintai pasangan dengan sepenuhnya. Orang yang menderita yang kedua adalah pasangannya. Pasangannya tidak mendapat kasih yang penuh. Dia hanya menjadi “serep” ( pengganti ). Yang menderita yang ke tiga adalah anak-anaknya. Anak-anak berada dalam naungan orang tua yang ikatannya tidak kuat. Mereka akan menjalani pertumbuhan dalam suasana relasi yang rapuh. Denga demikian perkembangan mereka akan terganggu, dan bisa tumbuh sebagai pribadi-pribadi yang terluka. Orang yang menderita yang berikutnya adalah orang yang “dicintai” tadi. Kalau dia tidak tertarik dengan yang punya perasaan itu, dia bisa terintimidasi. Apalagi kalau dia mendengar bahwa sekian lama ada orang yang tertarik kepadanya dan menderita karena perasaan itu, dia bisa merasa bersalah. Padahal dia sama sekali tidak bersalah. Nah, kalau dia sendiri juga punya perasaan, maka itu bisa mengganggu hubungan dengan pasangannya da keluarganya. Dan bisa berbahaya kalau mereka punya ksemaptan bertemu. Dengan banyaknya penderitaan itu, maka jenis perasaan seperti ini bukan cinta sejati.
PERASAAN TERTARIK KETIKA MASIH DALAM HUBUNGAN DENGAN ORANG LAIN BUKAN CINTA
Ada orang sedang dalam relasi. Namun kemudian tertarik kepada orang lain. Dan dia merasa orang itu ternyata orang yang tepat baginya.Perasaan seperti itu bukanlah cinta. ( Lebih-lebih itu dilakukan orang yang berada dalam pernikahan ). Mengapa ? Ketika orang yang sedang dalam relasi lalu tertarik pada orang lain, biasanya karena orang lain itu mengisi apa yang tidak ada dalam hubungannya dengan calon pasangannya.Dengan demikian belum terbukti bahwa ketika berelasi benar, maka akan tepat. Lagi pula dengan melakukan itu, dia tidak bisa menjaga komitmennya pada calon pasangannya itu . Dan yang demikian menunjukkan pribadinya rapuh dan belum bisa mencintai. Seseorang berpisah dengan calon “pasangannya” tidak boleh ada unsur karena ketrtarikan kepada orang lain. Perpisahan benar-benar harus karena ke 2nya menemukan ketidakcocokan atau benar-benar bukan kehendak Tuhan. Baru setelah berpisah baru bisa memuliamelangkah mendoakan orang lain. Itupun tidak boleh terburu-buru. Kalau itu terjadi dalam pernikahan, jelas sekali bukan cinta sejati, malah bisa dikatakan itu perasaan yang merusak.
PERASAAN TERLUKA TERUS MENERUS BUKAN CINTA SEJATI
Seseorang merasa terluka karena calon “pasangan”nya mengkhianatinya atau orang yang nampaknya memberi harapan tiba-tiba meniggalkannya. Seketika itu merasa terluka adalah wajar, namun memendamnya menunjukkan bahwa cintanya bukanlah cinta sejati. Ketika calon pasangannya meninggalkannya sebenarnya menunjukkan bahwa calon pasangan itu bukan orang yang tepat baginya. Jelas itu bukan kehendak Tuhan baginya. Bersyukur dia meninggalkan ketika masih menjalin hubungan di tahap berpacaran, kalau sudah ada dalam pernikahan sangat menyusahkan. Jadi karena itu bukan kehendak Tuhan, maka pastilah bukan cinta sejati. Ditinggalkan calon pasangan adalah cara keras untuk menunjukkan bahwa orang itu bukan orang yang tepat untuk kita. Bukan orang yang tepat menerima cinta kita.
CINTA SEJATI
Cinta memang perlu perasaan tetapi tidak cukup hanya perasaan. Cinta sejati didasarkan pada kemampuan untukmencinta dengan tepat. Kemampuan mencintai ditunjukkan dengan keinginan untuk membahagaikan. Hal itu dinyatakan dengan memberi kemerdekaan kepadanya untuk menjawab ya atau tidak terhadap perasaan kita. Demikian juga kalau sudah menjalin relasi, memberi ruang untuk calon pasangan itu mengatakan “saya tidak bisa meneruskan denganmu”. Sekalipun tentu itu membuat tidak nyaman, tetapi kemampuan mencintai ditunjukkan dengan selalu siap dia pergi karena merasa tidak cocok. Cinta sejati ditunjukkan dengan sungguh-sungguh melibatkan Tuhan dalam proses membangun relasi. Dia mencari kehendak Tuhan dengan serius. Jadi kalau nantinya dia menjalin relasi, itu karena Tuhan yang menghendaki relasi itu. Karena nya ketika tidak jadi juga tidak akan membawa luka. Demikian juga ketika ditinggal. Sebab dengan demikian menunjukkan itu bukan kehendak Tuhan. Cinta sejati juga disertai kedewasaan rohani. Kedewasaan rohani dinyatakan dalam watak yang matang dan makin menyerupai Kristus. Watak yang dewasa tidak mudah cemburu, tidak mudah merasa disakiti, tidak memendam sakit hati lama-lama.Watak yang dewasa tidak dikuasai perasaan-perasaan. Watak yang dewasa tunduk kepada pengaturan Allah. Ketika dia merasa mencintai dan ‘ditolak” , dia tahu itu bukan baginya. Titik, ga diperpanjang lagi perasaan itu. Watak yang dewasa juga tidak akan mengalami penderitaan karena perasaan cinta apalagi membuat orang lain menderita.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/gunawansriharyono/bukan-cinta-sejati_54f8634ca33311fa7d8b4882