Pages

Translate

Tampilkan postingan dengan label menikah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label menikah. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 September 2016

Jangan menikah karena...(2) by mas Gun

JANGAN MENIKAH KARENA… (2)
Berikut adalah ha-hal lain yang tidak boleh menjadi alasan untuk menikah.
WAJAH ATAU BADAN YANG INDAH
Tidak salah menikah karena didasarkan pasangan memiliki wajah dan badan yang indah. Namun perlu disadari bahwa wajah atau badan akan berubah seiring waktu.
Pada umumnya setelah usia 40 ketika orang memasuki fase usia tua awal, perubahan fisik mulai terjadi secara berarti, Bahkan wanita sangat mungkin mengalami perubahan fisik setelah melahirkan.
Seorang pria ketika mengainjak usia 40 ke atas, kariernya mulai menapaki puncak. Dia akan tampil di masayarakat.Kalau dia dulu sangat bangga karena istrinya seorang yang jelita, mungkin akan mengalamirasa malu atau sedih, karena justr ketika dia akan tampil di masyarakat, bentuk fisik istrinya mengalami perubahan. Apakah dengan uang yagn dimilikitidak bisa melakukan perawatan fisik ? Sebagian bisa, sebagian tidak.
Seorang wanita yang menikah karena suaminya gagah, bisa menjadi kecewa, ketika menginjakusia40 tahun suaminya berubah menjadi gendut atau menampakkan ketuaan.
Saya memiliki sepasang teman dimana ke duanya dulu pria dan wanita yang indah. Mereka menikah sebagai pasangan yang cantik dan gagah. Sangat ideal.
Kami bertemu setelah usia 40 tahun. Saya sangat terkejut, sebab teman pria saya kelihatan tua, dan teman wanita itu sekalipun badannya tidak gemuk, tapi pipiny kempot dan matanya kelihatan cekung.
Saya tidak tahu apakah mereka berdua punya masalah dengan perubahan bentuk fisik itu. Tetapi perubahan itu sangat mencengangkan saya.
Setiap orang yang akan menikah karena pasangannya berwajah dan berbadan indah perlu mengkaji betul-betul apakah siap ketika beberapa tahun ke depan pasangannya akan berubah.
TUNTUTAN USIA
Ketika usia mulai mendekati 30 , seorang wanita bisa mulai cemas karena sangat sering ditanyai keluarga besar atau teman-teman, kapan akan menikah. Apalagi kalau para penanya menambahkan, “ Mbok jangan pilih-pilih nanti ga dapat psangan lho” atau “ Ingat lho, usiamu sudah berkepala 3”
Keadaan bisa terasa semakin buruk ,apabila yang berprihatin dengan keadaannya adalah orang tuanya. Dia bisa merasa gagal untuk menyenangkan orang tuanya karena belum menikah.
“Desakan-desakan” sosial itu bisa membuat dorongan kuat untuk menikah. Dan keadaan itu bisa membuat menikah dengan siapapun yang mau, tanpa membuat pertimbangan-pertimbangan masak berdasar nilai-nilai pernikahan.
Orang bisa tidak membuat pertimbangan apakah pasangannya memiliki kriteria yang sesuai dengan harapanya.Banyak hal dikesampingkan demi memenuhi “tuntutan-tuntutan” orang tua , keluarga, atau lingkungannya.
Persoalan yang perlu dipikirkan adalah pernikahan itu bukan hanya acara pengesahan atau resepsi. Pernikahan berjalan bertahun-tahun , bisa puluhan tahun.Di dalam pernikahan itu terjanlin relasi kedua pribadi yang mencakup nilai-nilai kehidupan. Kalau nilai-nilai ini dikesampingkan demi terjadinya pernikahan, pasti akan terjadi konflik yang panjang . Dan pernikahan yang dulunya bermaksud menghindarkan dari penderitaan karena tekanan sosial, malah membawa ke dalam penderitaan yang panjang dan seringkali tidak terselesaikan.
Dan penderitaan itu juga akan menimpa anak-anak yang hadir dalam pernikahan itu.
Ironisnya ketika penderitaan itu terjadi, orang-orang yang “mendesak” atau sering menanyai itu sudah tiada. Yang pasti mereka tidak akan ikut bertanggung jawab dalam penderitaan itu. Mereka bertanya, mereka seakan-akan memberitahu kalau tidak menikah itu salah atau kurang, namun mereka tidak akan ikut memberi pertolongan ketika penderitaan itu terjadi.
HAMIL DULUAN
Dinamikia kehidupan masayarakat saat ini membuat hubunga seksmudah sekali terjadi. Tidak sedikit mahasiswa atau bahkan pelajar telah melakukan hubungan seks. Ada yang dengan pacarnya tapi juga ada yang dilakukan dengan yang bukan pacarnya.
Dan relasi seksual itu ada yang membuat hamil. Kehamilan yang belum waktunya itumendatangkan rasa malu. Jalan keluar yang dilakukan adalah menikahkan.
Ada yang menikahkan dengan yang menghamili atau ada juga yang menikahkan dengan pria lain yang mau, kalau dirasa pria yang menghamili dianggap tidak layak.
Pernikahan yang demikian adalah pernikahan yang dipaksakan. Pernikahan yang dipaksakan tentu tidak didahului dengan persiapan-persiapan. Tidak ada pergumulan apakah pasangannya cocok dengannya atau tidak. Dengan demiikian pasangan itu juga tidak siap untuk menjalani satu tanggung jawab yang panjang yang akan dialami dalam pernikahan.
Seringkali juga secara waktu belum siap, jadi belum mampu untuk melakukan tuntutan-tuntutan yang sewajarnya terjadi dalam pernikahan.
Jadi pernikahan paksaan itu mendatangkan pernikahan yang tidak siap. Pernikahan demikian sangat rapuh dan tentu tidak mendatangkan kebahagiaan. Dan pengalaman tidak bahagia itu tidak hanya dialami oleh yang menikah, tetapi oleh anak-anak yang akan dilahirkan dalam pernikahan itu.
Pernikahan karena hamil duluan perlu sungguh-sungguh dipikirkan dengan serius. Sebaiknya pernikahan jangan dilakukan semata-mata karena kehamilan. Kesusahan yang dialami bisa sangat besar.
TUNTUTAN EKONOMI
Ada yang menikah karena tuntutan ekonomi. Seorang wanita menikah karena keluarganya terhimpit persoalan ekonomi. Dia harus menikah supaya orang tuanya berkurang bebannya. Atau malah orang tua bisa mendapat dukungan keuangan karena ia menikah dengan orang yang kaya.
Ada orang yang menikah karena dirinya memang ingin meningkatkan taraf hidup.Karena itu dia mau menikah karena pasangannya kaya. Seorang gadis mau menikah dengan orang yang kaya, sekalipu n usia jauh lebih tua. Seorang pemuda mau menikah dengan janda ( yang lebih tua ) karena janda tersebut kaya.
Pernikahan karena tuntutan ekonomi akan membawa ke dalam relasi yang lemah. Kekayaan bisa hilang dalam sekejap. Selain itu relasi pernikahan tidak bisa hanya berdasar keuangan. Relasi melibatkan saling memenuhkan berbagai kebutuhan. Tentu kalau pemenuhan berbagai kebutuhan itu tidak menjadi pertimbangan di awal, akan memuncukan kekosongan pemenuhan kebutuhan. Dan pada akhirnya mendatangkan berbagai kesusahan.
PEMUASAN SEKSUAL
Salah satu fungsi pernikahan adalah untuk mendapatkan pemenuhan kepuasan kebutuhan seksal. Namun kalau pemuasan kebutuhan seksual ini menjadi dasar utama, makan orang akan kecewa.
Seorang pria menikahi seorang wanita karena wanita itu dilihatnya bisa memberi kepuasan secara seksual.Pria tersebut bisa kecewa karena penglihatan mata dengan kemampuan riil wanita untuk memberi kepuasan secara seksual bisa berbeda.
Demikian juga seorang wanita menikah dengan seorang pria, karena pria tersebut dianggap bisa memberi kepuasan seksual. Wanita tersebut bisa juga kecewa, sebab seorang pria yang gagah sekalipun tidak identik dengan kemampuan seksualnya.
Bagaimana kalau sebelumnya sudah mengalami relasi seksual, lalu merasa cocok dengan orang tersebut secara seksual ? Bukankah itu tidak salah lihat ?
Yang perlu diingat relasi seksual itu melibatkan banyak hal. Relasi seksual di luar pernikahan, hanya untuk senang-senang, tidak ada unsur pertautan tanggung jawab kehidupan lainnya.Relasi seksual seperti itubisa menyenangkan ( tapi tentu bukan kepuasan yang penuh ), akan tetapi setelah menikah relasi seksual itu bisa malah tidak memuaskan. Mengapa? Sebab pernikahan memiliki banyak aspek, dan tidak terpenuhinya banyak aspek ini membuat relasi seksual tidak lagi memuaskan.
Selain itu perlu diperhatikan bahwa kemampuan seksual seseorang itu ditentukan oleh banyak faktor. Faktor kesehatan fisik dan jiwa. Kalau terjadi gangguan dalam hal tersebut maka kemampuan seksual akan berkurang.
Bagi pria, kemampuan seksual juga akan berkurang dengan bertambahnya usia. Wanita relatif bisa lebih bertahan dalam kemampuan seksual sekalipun usia bertambah, namun tidak demikian dengan pria. Mendekati usia 50 kemampuan akan berkurang. Apalagi kalau adabeban fisik dan jiwa.
Relasi seksual penting,namun sebaiknya tidakmenjadi dasar untuk menikah.


Sumber http://www.kompasiana.com/gunawansriharyono/jangan-menikah-karena-2_5517679181331172689de14c


Jangan menikah karena... by mas Gun

JANGAN MENIKAH KARENA....
PERASAAN TERTARIK YANG MENGELORA
Orang mengira bahwa perasaan tertarik yang menggelora adalah bukti cinta yang sungguh-sungguh. Dengan perasaan itu orang berani datang mengatakan mencintai sesorang dan mengajak menikah karena perasaan yang kuat akan menjadi pengikat yang kuat kesatuan mereka.
Apalagi kalau perasaan itu bersift timbal balik.
Akan tetapi harus disadari perasaan itu bersifat menikmati. Dengan demikian perasaan cenderung egois. Perasaan ketika diberi tempat utama akan membuat pikiran meredup dan menguasai kehendak.
Pada waktu itu, seseorang tidak bisa berpikir dengan lengkap. Orang tidak bisa menilai bahwa pernikahan itu memiliki dimensi2 yang luas. Pernikahan menyatukan 2 pribadi, bahkan juga seringkali menyatukan 2 kelarga besar.
Karena itu begitu banyak yang harus dibicarakan, untuk itu tidak cukup dengan perasaan, bahkan sekalipun perasaan itu begitu menggelora.
Perasaan itu karena bersifat menikmati, maka mudah meredup dan hilang, ketika harus berhadapan dengan kerugian atau luka. Padahal dalam kesatuan 2 pribadi itu pasti akan terjadi luka melukai dan memerlukan adanya pengorbanan untuk terjalinnya kesatuan yang mendalam.
Maka tidak heran, pernikahan yang nampkanya dimulai begitu indah cepat sekali menjadi suram, karena perasaan yang hilang. Orang mengatakan tidak ada cinta lagi.
Perasaan penting, tetapi harus disertai pemikiran yang mendalam. Pikiran harus dipakai untuk mencari apakah ada nilai-nilai yang cocok atau saling menerima. Pikiran harus dipakai untuk menilai apakah punya kemampuan untuk menanggung kekurangan dan berkorban untuk pasangannya.
Perasaan adalah alat untuk menikmati hubungan, sehingga memberi keindahan, tetapi bukan dasar yagn kuat untuk menyatukan.
MENDAPATKAN PENGGANTI ORANG TUA
Ada seorang pria yang ingin menikahi seorang wanita karena ia seperti ibunya. Demikian juga seorang wanita ada yang mau menikah dengan seorang pria karena pria tersebut menyerupai ayahnya.
Dia seolah menemukan orang yagn bisa mengerti dan menerima, serta bisa memperlakukannya dengan tepat. Dan dengan menemukan orang seperti itu, dia merasa akan berbahagia bila menikah dengannya.
Bisa jadi pernikahan dengan dasar demikian bisa berjalan. Namun perlu disadari bahwa setiap orang memiliki kekhususan, tidak bisa menjadi orang lain. Seorang wanita tidak bisa menjadi ibu. Mungkin dia punya sifat yagn sama, tetapi dia punya pengalaman hidup yagn berbeda. Pengalaman hidup ini membentuk kepribadiannya secara khas.
Karena itu dia tidak akan bisa berlaku sebagai ibu atau ayahnya. Kalau dituntut seperti itu pada suatu saat dia akan mengecewakan, dan yang menuntut juga akan kecewa. Sebab dia akan menampakkan kehidupannya sendiri berdasar kepribadian yang terbentuk selama ini.
Mungkin seseorang mengagumi ayah atau ibunya, dan pingin memiliki suami atau isteri seprti orang tuanya. Namun perlu disadari hal itu tidak boleh dimutlakan. Orang-orang yang memiliki keterikatan dengan orang tuanya ( ayah atau ibunya ), perlu menilai dirinya dan perlu bertumbuh supaya kebergantungannya untuk hidup dengan pribadi seperti ayah atau ibunyan itu hilang.
Seorang yang mau menikah harus siap menerima pribadi pasangannya secara khas, jangan disamakan engan orang lain. Dan dengan demikian dia akan bisa menikmati hubungan dengan pribadi yang khas itu seumur hidupnya.
MENDAPATKAN ORANG YANG MIRIP DENGAN KEKASIHNYA YANG LALU
Seorang yang kehilangan kekasih yang dulu sangat dicintainya, mengharapkan mendapat orang yagn sama. Ketika dia merasa menemukan orang itu, maka dia ingin menikahinya.
Namun tentu dia akan segera kecewa, sebab orang tersebut tidak akan persis sama dengan kekasihnyan yang lalu.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, setiap orang memiliki kepribadian yang khas. Jadi dia harus menikah dengan pribadi yang khas itu.
Karena iut ketika seseorang putus dengan kekasihnya, apapun penyebabnya, dia perlu cepat menyelesaikannya. Jangan biarkan sakit hati berkelamaan, atau terus mengharapkan kekasih itu.
Apabila dalam situasi sakit itu dia ketemu dengan orang lain, dan dia merasa cocok, besar kemungkinan dia akan mengharapkan orang tersebut berlaku seperti kekasih lamanya. Dan tentu dia akan kecewa, pasangannya juga akan kecewa.
MENDAPATKAN ORANG UNTUK MENGOBATI LUKANYA
Tidak sedikti orang yagn terluka.
Pertama dia mungkin terluka karean hubungan pacaran yang terputus. Mungkin dia dikhianati , ditinggal, atau karena alasan orang tua. Keadaan terluka ini sangat berbahaya untuk menjalani pernikahan. Sebab pernikahan akan dipakai untuk mengobati luka itu. Pasangannya akan diperlakukan sebagai obat atau tabib.
Pasangan yang diperlakukan demikian tentu akan terluka juga pada akhirnya. Sebab dia sendiri membutuhkan obat dari luka-luka yang dialami dari perjalanan hidupnya di masa lalu.
Pernikahan seperti itu memiliki dasar yang sangat rapuh, sebab pernikahan harus didasarkan kepada keputusan untuk saling memberi dan menerima, saling berkorban. Pernikahan juga punya maksud untuk mewariskan nilai-nlai kehidupan kepada anak2nya.
Pernikahan yang dimaksudkan untuk mengobati akan merusakkan pernikahan itu sendiri. Pernikahan memang juga punya fungsi untuk saling mengobati, tetapi itu saling dan merupakan bagian dari fungsi2 kehidupan pernikahan yang besar. Pernikahan tidak dimaksudkan untuk menjadi lembaga terapi.
Celakanya , dalam hubungan pria wanita ada sindroma "juruselamat". Banyak orang ingin menjadi penyembuh, terapis, atau pembebas bagi pasangannya. Ketika bertemu dengan orang yagn bermasalah, apalagi luka2 karena putus cinta, akan merasa sangat berarti apabila bisa menyembhkannya. Dan dia berpikir dengan menikah bisa menyembuhkan.
Jadi seringkali pernikahan bisa terjadi antara "pasien" dan "terapis" . Ada kebergantungan antara keduanya. Tetapi karena pernikahan itu punya kebutuhan dan tanggung jawab yang lebih luas, maka pernikahan seperti ini tentu akan terjerumus dalam keadaan saling melukai satu sama lain.
Pernikahan yang didasarkan pada relasi seperti di atas akan membahayakan anak2. Anak2 yang lahri tidak akan mewarisi nilai-nilai tetapi akan mengalami akibat dari luka-luka orang tuanya itu.
Ke dua, luka-luka karena hubungan dengan orang tua. Apabila seseorang masih memiliki luka-luka batin karena perlakuan orang tua, lalu menikah, maka pernikahan itu tentu akan membuat luka pasangannya dan melukai dirinya juga. Keterangannya seperti yang telah ditulis di atas.
Sebelum memutusakn menikah, hendaknya dia telah disembuhkan dari luka-luka itu,
Dengan demikian dia akan memasuki pernikahan dengan pikiran, perasaan, dan kehendak yang sehat, dan mampu menjadi pribadi yang utuh.
Dengan kepribadian yang utuh, dia siap untuk saling menerima, saling memberi, dan saling mendukung.
Artikel selanjutnya :
Jangan Menikah Karena....(2 )
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/09/08/jangan-menikah-karena2/


Sumber http://www.kompasiana.com/gunawansriharyono/jangan-menikah-karena_55175506813311cb669de4f1