Pages

Translate

Senin, 19 September 2016

Jangan menikah karena... by mas Gun

JANGAN MENIKAH KARENA....
PERASAAN TERTARIK YANG MENGELORA
Orang mengira bahwa perasaan tertarik yang menggelora adalah bukti cinta yang sungguh-sungguh. Dengan perasaan itu orang berani datang mengatakan mencintai sesorang dan mengajak menikah karena perasaan yang kuat akan menjadi pengikat yang kuat kesatuan mereka.
Apalagi kalau perasaan itu bersift timbal balik.
Akan tetapi harus disadari perasaan itu bersifat menikmati. Dengan demikian perasaan cenderung egois. Perasaan ketika diberi tempat utama akan membuat pikiran meredup dan menguasai kehendak.
Pada waktu itu, seseorang tidak bisa berpikir dengan lengkap. Orang tidak bisa menilai bahwa pernikahan itu memiliki dimensi2 yang luas. Pernikahan menyatukan 2 pribadi, bahkan juga seringkali menyatukan 2 kelarga besar.
Karena itu begitu banyak yang harus dibicarakan, untuk itu tidak cukup dengan perasaan, bahkan sekalipun perasaan itu begitu menggelora.
Perasaan itu karena bersifat menikmati, maka mudah meredup dan hilang, ketika harus berhadapan dengan kerugian atau luka. Padahal dalam kesatuan 2 pribadi itu pasti akan terjadi luka melukai dan memerlukan adanya pengorbanan untuk terjalinnya kesatuan yang mendalam.
Maka tidak heran, pernikahan yang nampkanya dimulai begitu indah cepat sekali menjadi suram, karena perasaan yang hilang. Orang mengatakan tidak ada cinta lagi.
Perasaan penting, tetapi harus disertai pemikiran yang mendalam. Pikiran harus dipakai untuk mencari apakah ada nilai-nilai yang cocok atau saling menerima. Pikiran harus dipakai untuk menilai apakah punya kemampuan untuk menanggung kekurangan dan berkorban untuk pasangannya.
Perasaan adalah alat untuk menikmati hubungan, sehingga memberi keindahan, tetapi bukan dasar yagn kuat untuk menyatukan.
MENDAPATKAN PENGGANTI ORANG TUA
Ada seorang pria yang ingin menikahi seorang wanita karena ia seperti ibunya. Demikian juga seorang wanita ada yang mau menikah dengan seorang pria karena pria tersebut menyerupai ayahnya.
Dia seolah menemukan orang yagn bisa mengerti dan menerima, serta bisa memperlakukannya dengan tepat. Dan dengan menemukan orang seperti itu, dia merasa akan berbahagia bila menikah dengannya.
Bisa jadi pernikahan dengan dasar demikian bisa berjalan. Namun perlu disadari bahwa setiap orang memiliki kekhususan, tidak bisa menjadi orang lain. Seorang wanita tidak bisa menjadi ibu. Mungkin dia punya sifat yagn sama, tetapi dia punya pengalaman hidup yagn berbeda. Pengalaman hidup ini membentuk kepribadiannya secara khas.
Karena itu dia tidak akan bisa berlaku sebagai ibu atau ayahnya. Kalau dituntut seperti itu pada suatu saat dia akan mengecewakan, dan yang menuntut juga akan kecewa. Sebab dia akan menampakkan kehidupannya sendiri berdasar kepribadian yang terbentuk selama ini.
Mungkin seseorang mengagumi ayah atau ibunya, dan pingin memiliki suami atau isteri seprti orang tuanya. Namun perlu disadari hal itu tidak boleh dimutlakan. Orang-orang yang memiliki keterikatan dengan orang tuanya ( ayah atau ibunya ), perlu menilai dirinya dan perlu bertumbuh supaya kebergantungannya untuk hidup dengan pribadi seperti ayah atau ibunyan itu hilang.
Seorang yang mau menikah harus siap menerima pribadi pasangannya secara khas, jangan disamakan engan orang lain. Dan dengan demikian dia akan bisa menikmati hubungan dengan pribadi yang khas itu seumur hidupnya.
MENDAPATKAN ORANG YANG MIRIP DENGAN KEKASIHNYA YANG LALU
Seorang yang kehilangan kekasih yang dulu sangat dicintainya, mengharapkan mendapat orang yagn sama. Ketika dia merasa menemukan orang itu, maka dia ingin menikahinya.
Namun tentu dia akan segera kecewa, sebab orang tersebut tidak akan persis sama dengan kekasihnyan yang lalu.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, setiap orang memiliki kepribadian yang khas. Jadi dia harus menikah dengan pribadi yang khas itu.
Karena iut ketika seseorang putus dengan kekasihnya, apapun penyebabnya, dia perlu cepat menyelesaikannya. Jangan biarkan sakit hati berkelamaan, atau terus mengharapkan kekasih itu.
Apabila dalam situasi sakit itu dia ketemu dengan orang lain, dan dia merasa cocok, besar kemungkinan dia akan mengharapkan orang tersebut berlaku seperti kekasih lamanya. Dan tentu dia akan kecewa, pasangannya juga akan kecewa.
MENDAPATKAN ORANG UNTUK MENGOBATI LUKANYA
Tidak sedikti orang yagn terluka.
Pertama dia mungkin terluka karean hubungan pacaran yang terputus. Mungkin dia dikhianati , ditinggal, atau karena alasan orang tua. Keadaan terluka ini sangat berbahaya untuk menjalani pernikahan. Sebab pernikahan akan dipakai untuk mengobati luka itu. Pasangannya akan diperlakukan sebagai obat atau tabib.
Pasangan yang diperlakukan demikian tentu akan terluka juga pada akhirnya. Sebab dia sendiri membutuhkan obat dari luka-luka yang dialami dari perjalanan hidupnya di masa lalu.
Pernikahan seperti itu memiliki dasar yang sangat rapuh, sebab pernikahan harus didasarkan kepada keputusan untuk saling memberi dan menerima, saling berkorban. Pernikahan juga punya maksud untuk mewariskan nilai-nlai kehidupan kepada anak2nya.
Pernikahan yang dimaksudkan untuk mengobati akan merusakkan pernikahan itu sendiri. Pernikahan memang juga punya fungsi untuk saling mengobati, tetapi itu saling dan merupakan bagian dari fungsi2 kehidupan pernikahan yang besar. Pernikahan tidak dimaksudkan untuk menjadi lembaga terapi.
Celakanya , dalam hubungan pria wanita ada sindroma "juruselamat". Banyak orang ingin menjadi penyembuh, terapis, atau pembebas bagi pasangannya. Ketika bertemu dengan orang yagn bermasalah, apalagi luka2 karena putus cinta, akan merasa sangat berarti apabila bisa menyembhkannya. Dan dia berpikir dengan menikah bisa menyembuhkan.
Jadi seringkali pernikahan bisa terjadi antara "pasien" dan "terapis" . Ada kebergantungan antara keduanya. Tetapi karena pernikahan itu punya kebutuhan dan tanggung jawab yang lebih luas, maka pernikahan seperti ini tentu akan terjerumus dalam keadaan saling melukai satu sama lain.
Pernikahan yang didasarkan pada relasi seperti di atas akan membahayakan anak2. Anak2 yang lahri tidak akan mewarisi nilai-nilai tetapi akan mengalami akibat dari luka-luka orang tuanya itu.
Ke dua, luka-luka karena hubungan dengan orang tua. Apabila seseorang masih memiliki luka-luka batin karena perlakuan orang tua, lalu menikah, maka pernikahan itu tentu akan membuat luka pasangannya dan melukai dirinya juga. Keterangannya seperti yang telah ditulis di atas.
Sebelum memutusakn menikah, hendaknya dia telah disembuhkan dari luka-luka itu,
Dengan demikian dia akan memasuki pernikahan dengan pikiran, perasaan, dan kehendak yang sehat, dan mampu menjadi pribadi yang utuh.
Dengan kepribadian yang utuh, dia siap untuk saling menerima, saling memberi, dan saling mendukung.
Artikel selanjutnya :
Jangan Menikah Karena....(2 )
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/09/08/jangan-menikah-karena2/


Sumber http://www.kompasiana.com/gunawansriharyono/jangan-menikah-karena_55175506813311cb669de4f1


Tidak ada komentar:

Posting Komentar