Pages

Translate

Jumat, 03 Maret 2017

MENGUATKAN KEKUATAN

MENGUATKAN KEKUATAN

Banyak orang sepakat bahwa tiap orang, tiap anak itu unik. Uniknya dimana? Tiap orang, tiap anak punya kekuatan/potensi khas. Misalnya, si A berbakat menari, si B punya karakter jujur, si C senyumnya menawan, si D suka banget berkeluh kesah di depan umum (hlo?)

Nah, karena tiap orang punya kekuatan sendiri-sendiri yang istimewa, yang tidak sama dengan orang lain, maka...perkuatlah potensimu :)

Sayangnya, problem utama kita adalah dididik, diindoktrinasi, disosialisasi untuk "menguatkan kelemahan." Mulai dari orangtua, guru, sampai motivator, bahkan para manajer yang sedang ngomel kepada bawahannya pun suka banget bicara "memperbaiki kelemahan." Padahal, hidup kita akan jauh lebih sukses, mudah, ringan, nyaman, aman, bahagia jika kita "memperkuat kekuatan." :)

Mari kita lihat contoh-contoh ini agar lebih jelas. Contoh menguatkan kelemahan. Seorang anak sudah jelas diketahui bahwa bakat matematis atau numeriknya rata-rata saja, akan tetapi orangtuanya memaksanya untuk les matematika setiap hari. Bagaimana hasil akhirnya? Hlo koq ternyata tetap dapat nilai 7. Kadang-kadang saja dapat nilai 9. Tetapi coba periksa hatinya. Apakah ia mengerjakan soal-soal matematika dengan riang gembira, sukacita, semangat? Tidak. Ia memang dapat nilai 9, tetapi hatinya tetap berduka. Mungkin, bahkan dalam hati ia berujar, "Segeralah aku dewasa, agar tak lagi harus menuruti ayah untuk belajar matematika." Mungkin kebencian itu makin besar jika melirik temannya yang memang berbakat matematika; baru 30 menit sudah selesai mengerjakan seluruh soal dengan sikap yang santai; sementara dirinya sudah 1 jam penuh sambil mengerutkan dahi dan jantung berdetak kencang, baru selesai separuh soal. Rasa frustrasinya yang menumpuk itu akhirnya mempengaruhi rasa percaya dirinya. Nilai-nilai pelajaran yang selama ini dikuasainya, seperti Bahasa Inggris misalnya, ikut turun.

Begitulah, usaha keras untuk membuat kelemahan menjadi kekuatan itu malah kerap menghasilkan kegagalan, bahkan rusaknya rasa percaya diri -- modal terbesar untuk sukses. Kegagalan di masa sekolah itu, kadang masih dilanjutkan lagi di masa kuliah, maupun saat bekerja. Sudah tahu kelemahannya adalah ketelitian, tetapi malah kuliah dan bekerja sebagai sekretaris. Sudah tahu jika kekurangannya adalah menjelaskan sesuatu kepada orang lain, eh malah kuliah teologi dan memilih menjadi pendeta. Tentu saja, ada ratusan contoh lainnya; silakan tengok kehidupan Anda sendiri.
***

Sekarang mari kita melihat contoh memperkuat kekuatan: seorang bayi mudah tersenyum, maka orangtuanya sering sekali mengajaknya bertemu siapa saja, dari tukang sayur sampai Presiden Direktur, maka kecerdasan sosialnya akan optimal sampai ia dewasa. Bayi yang murah senyum itu berkembang menjadi orang dewasa yang ramah dan mudah beradaptasi.

Anda pintar berdandan, maka ikutlah les make-up, masuk komunitas perias, belajar seni rias sampai master, maka Anda pun akan hidup sukses sebagai seorang seniman tata rias wajah.

Contoh lain memperkuat kekuatan: anak yang berbakat dalam ilmu kimia, mesti memperbanyak jam belajar kimia. Hobbynya pun dikaitkan dengan kimia. Ia bukan hanya akan unggul dalam bidang kimia, tetapi juga berkarir dan menjalaninya dengan penuh sukacita dan bahagia. :)

Bacalah biografi orang-orang sukses, seperti Michael Schumacher, Valentino Rossi, dll, maka Anda akan temukan bahwa mereka pun punya kebiasaan untuk terus melatih dan melatih alias memperkuat kelebihan dan kekuatan mereka. Mereka tidak mau MENYIA-NYIAKAN WAKTU dan MENGHABISKAN WAKTU dengan memperbaiki kelemahan. Mereka mencurkan energi hidupnya untuk meningkatkan terus kelebihan, keunggulan dan kekuatan mereka. rasa percaya diri pun menjadi sehat. Maka, tanpa perlu usaha ekstra, segala kekurangan mereka dengan sendirinya makin mengecil berkat rasa percaya dirinya.

Dengan prinsip "memperkuat kekuatan" ini, bukan berarti kelemahan akan hilang. Tidak! Kelemahan itu masih berada di dalam diri kita. Hanya saja, kelemahan itu tak penting lagi, tak mengganggu kehidupan kita. Karena sikap kita sudah positif. Karena kita sudah berfokus pada kelebihan kita. :)
***

Anda pasti mengaku mencintai anak Anda, ya kan? Semua orangtua mencintai anak-anaknya. Cinta itu bukan hanya diucapkan. Cinta itu dibuktikan dalam sikap dan tindakan yang dapat dirasakan oleh anak-anak Anda.

Dan anak-anak merasakan cinta Anda itu dari pengakuan Anda terhadap mereka. Mengakui bahwa tiap anak itu unik. Mengakui bahwa tiap anak punya talenta, bakat, potensi, kekuatan, kelebihan dan keistimewaan sendiri-sendiri. Mawar hebat karena ia adalah mawar. Melati wangi karena ia adalah melati. Mawar unggul bukan karena dibandingkan dengan warna, ukuran atau wanginya melati. Keistimewaan mawar tidak dapat dibandingkan dengan kelebihan-kelebihan melati. Maka, kita meletakkan mawar di dalam vas di atas meja. Sementara melati kita jadikan untaian untuk dikenakan oleh pengantin.

Jadi, orangtua mesti bersikap, berbuat, bertindak yang membuat si sulung merasa sebagai anak istimewa. Orangtua juga mendidik dan mengasuh si tengah sehingga ia merasa sebagai anak unggul. Dan orangtua memperlakukan si bungsu agar ia juga merasa sebagai anak hebat.

Itu berarti bukan hanya sekadar tidak membanding-bandingkan anak satu dengan lainnya, tetapi juga:
- sering menjadikan kelebihan anak untuk mengatasi masalah tertentu. Misalnya, si sulung yang punya banyak ide kerap dimintai bantuan untuk menentukan aktivitas apa yang akan dijalani keluarga di akhir pekan. Si bungsu yang motoriknya halus, kerap dimintai tolong menghias kue tar. Tiap anak dijadikan "pakar" di bidang kehidupan sehari-hari tertentu.
- memberinya waktu dan kesempatan lebih banyak untuk menguatkan kelebihan-kelebihannya. Masukkan anak yang pintar mengisi TTS ke dalam komunitas pembuat TTS. Biarkan anak yang sudah jago matematika ikut les matematika atau bertemu dengan doktor matematika.
- tiap orangtua menyisihkan waktu khusus hanya dengan satu anak saja, semacam kencan berdua, untuk melakukan kegiatan atau hobby yang berhubungan dengan kelebihan anak. Misalnya, kencan berdua berbelanja ikan ke pasar dengan si tengah yang pintar memasak. Dono Baswardono

#Gifted #Aptitude #Talents #FocusingOnAdvantages #OptimizingPotentials


Tidak ada komentar:

Posting Komentar